1. PENDAHULUAN
1. Mengapa MPR menyebut Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika dengan istilah Empat Pilar, bukankah kedudukannya berbeda-beda?
MPR sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia, memiliki tanggung jawab untuk mengukuhkan nilai-nilai fundamental kehidupan berbangsa dan bernegara, sesuai dengan mandat konstitusional yang diembannya. Salah satu upaya yang dilakukan MPR adalah dengan melaksanakan tugas memberikan pemahaman nilai-nilai luhur bangsa yang terdapat pada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika kepada masyarakat.
Pemilihan nilai-nilai luhur bangsa ini sesuai dengan kewajiban Anggota MPR sebagaimana diatur dalam Keputusan MPR Nomor 1/MPR/2010 tentang Peraturan Tata Tertib MPR Pasal12 yaitu antara lain harus memegang teguh dan melaksanakan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati peraturan perundang-undangan, memasyarakatkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta memperkukuh dan memelihara kerukunan nasional serta menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam semangat Bhinneka Tunggal Ika.
Kewajiban tersebut sejalan dengan tugas Pimpinan MPR sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD Pasal 15 ayat (1) huruf e dan Keputusan MPR Nomor 1/MPR/2010 tentang Peraturan Tata Tertib MPR Pasal 22 ayat (1) huruf e yaitu mengoordinasikan Anggota MPR untuk memasyarakatkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk lebih memperteguh dan mengukuhkan tugas dan kewajiban tersebut, Pimpinan MPR mempunyai komitmen untuk menyosialisasikan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika. Nilai-nilai tersebut selanjutnya disebut dengan istilah Empat Pilar.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi III Tahun 2008) pengertian pilar adalah tiang penguat, dasar, yang pokok, atau induk. Dengan pengertian tersebut, tidaklah salah apabila kata "Empat Pilar" digunakan untuk memudahkan dalam melakukan sosialisasi sedangkan keempat pilar tersebut memiliki kedudukan yang berbeda.
Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara kedudukannya berada di atas tiga pilar yang lain. Pancasila sebagaimana termaktub pada Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara. Di dalam Pancasila itulah tercantum kepribadian dan pandangan hidup bangsa yang telah diuji kebenaran dan keampuhannya, sehingga tidak ada satu kekuatan manapun juga yang mampu memisahkan Pancasila dari kehidupan bangsa Indonesia.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah konstitusi negara sebagai landasan konstitusional bangsa Indonesia yang menjadi hukum dasar bagi setiap peraturan perundang-undangan di bawahnya. Oleh karena itu, dalam negara yang menganut paham konstitusional tidak ada satu pun perilaku penyelenggara negara dan masyarakat yang tidak berlandaskan konstitusi.
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan bentuk negara yang dipilih sebagai komitmen bersama. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah pilihan yang tepat untuk mewadahi kemajemukan bangsa. Oleh karena itu komitmen kebangsaan akan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi suatu keniscayaan yang harus dipahami oleh seluruh komponen bangsa dan tidak dapat diganggu gugat.
Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan negara sebagai modal untuk bersatu. Kemajemukan bangsa merupakan kekayaan, kekuatan, yang sekaligus juga menjadi tantangan bagi bangsa Indonesia, baik kini maupun yang akan datang. Oleh karena itu kemajemukan itu harus dihargai, dijunjung tinggi, diterima dan dihormati serta diwujudkan dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Pemilihan nilai-nilai Empat Pilar tidak lain adalah untuk mengingatkan kembali kepada seluruh komponen bangsa agar pelaksanaan dan penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara terus dijalankan dengan tetap mengacu kepada tujuan negara yang dicita-citakan, serta bersatupadu mengisi pembangunan, agar bangsa ini dapat lebih maju dan sejahtera.
2. Mengapa MPR melaksanakan sosialisasi Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara?
MPR sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia, memiliki tanggung jawab untuk mengukuhkan pilar-pilar fundamental kehidupan berbangsa dan bernegara. Tugas Pimpinan MPR sebagaimana terdapat pada Undang-Undang Nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD Pasal 15 ayat (1) huruf e dan Keputusan MPR Nomor 1/MPR/2010 tentang Peraturan Tata Tertib MPR Pasal 22 ayat (1) huruf e yaitu mengoordinasikan Anggota MPR untuk memasyarakatkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Peran tersebut diwujudkan dengan komitmen Pimpinan MPR untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat terhadap nilai-nilai luhur bangsa yang terdapat dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika yang dikenal dengan istilah Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara.
Urgensi pemahaman Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara karena berbagai persoalan kebangsaan dan kenegaraan yang terjadi di Indonesia saat ini disebabkan abai dan lalai dalam mengimplementasikan Empat Pilar itu dalam kehidupan sehari-hari. Liberalisme ekonomi terjadi karena kita mengabaikan sila-sila dalam Pancasila terutama sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab dan sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Konflik horizontal terjadi karena kita lalai pada Bhinneka Tunggal Ika.
Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara dipandang sebagai sesuatu yang harus dipahami oleh para penyelenggara negara bersama seluruh masyarakat dan menjadi panduan dalam kehidupan berpolitik, menjalankan pemerintahan, menegakkan hukum, mengatur perekonomian negara, interaksi sosial kemasyarakatan, dan berbagai dimensi kehidupan bernegara dan berbangsa lainnya. Dengan pengamalan prinsip Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, diyakini bangsa Indonesia akan mampu mewujudkan diri sebagai bangsa yang adil, makmur, sejahtera, dan bermartabat.
3. Bagaimana konsepsi nilai Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara yang disosialisasikan oleh MPR?
Dalam sejarah perjalanan bangsa, tidak dapat dimungkiri bahwa yang menjadi perekat dan pengikat kerukunan bangsa adalah nilai-nilai yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam kehidupan masyarakat. Nilai-nilai itu telah menjadi kekuatan pendorong untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan. Kristalisasi nilai-nilai tersebut, tidak lain adalah sila-sila yang terkandung dalam Pancasila.
Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara harus menjadi jiwa yang menginspirasi seluruh pengaturan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Nilai-nilai Pancasila baik sebagai ideologi dan dasar negara sampai hari ini tetap kokoh menjadi landasan dalam bernegara. Pancasila juga tetap tercantum dalam konstitusi negara meskipun beberapa kali mengalami pergantian dan perubahan konstitusi. Ini menunjukkan bahwa Pancasila merupakan konsensus nasional dan dapat diterima oleh semua kelompok masyarakat Indonesia. Pancasila terbukti mampu memberi kekuatan kepada bangsa Indonesia, sehingga perlu dimaknai, direnungkan, dan diingat oleh seluruh komponen bangsa.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai hukum dasar merupakan kesepakatan umum warga negara mengenai norma dasar dan aturan dasar dalam kehidupan bernegara. Kesepakatan ini utamanya menyangkut tujuan dan cita-cita bersama, the rule of law sebagai landasan penyelenggaraan negara, serta bentuk institusi dan prosedur ketatanegaraan. Berdasarkan Undang-Undang Dasar ini, Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Negara juga menganut sistem konstitusional, dengan Pemerintah berdasarkan konstitusi (hukum dasar), dan tidak bersifat absolut (kekuasaan yang tidak terbatas).
Konsepsi tentang bentuk Negara Indonesia menganut bentuk negara kesatuan yang menjunjung tinggi otonomi dan kekhususan daerah sesuai dengan budaya dan adat istiadatnya. Bentuk negara yang oleh sebagian besar pendiri bangsa dipercaya bisa menjamin persatuan yang kuat bagi negara kepulauan Indonesia adalah Negara Kesatuan (unitary). Meskipun memilih bentuk negara kesatuan, para pendiri bangsa sepakat bahwa untuk mengelola negara sebesar, seluas dan semajemuk Indonesia tidak bisa tersentralisasi. Negara seperti ini sepatutnya dikelola, dalam ungkapan Mohammad Hatta "secara bergotong-royong", dengan melibatkan peran serta daerah dalam pemberdayaan ekonomi, politik dan sosial-budaya sesuai dengan keragaman potensi daerah masing-masing.
Konsepsi tentang semboyan negara dirumuskan dalam Bhinneka Tunggal Ika, meskipun berbeda-beda, tetap satu jua. Di satu sisi, ada wawasan "ke-eka-an" yang berusaha mencari titik-temu dari segala kebhinnekaan yang terkristalisasikan dalam dasar negara (Pancasila), Undang-Undang Dasar dan segala turunan perundang-undangannya, negara persatuan, bahasa persatuan, dan simbol-simbol kenegaraan lainnya. Di sisi lain, ada wawasan kebhinnekaan yang menerima dan memberi ruang hidup bagi aneka perbedaan, seperti aneka agama/keyakinan, budaya dan bahasa daerah, serta unit-unit politik tertentu sebagai warisan tradisi budaya.
4. Sejak terjadinya krisis multidimensional tahun 1997, muncul ancaman yang serius terhadap persatuan dan kesatuan serta nilai-nilai luhur kehidupan berbangsa. Penyebab krisis tersebut berasal dari faktor dalam maupun luar negeri, sebutkan?
a. Faktor yang berasal dari dalam negeri:
(1) masih lemahnya penghayatan dan pengamalan agama dan munculnya pemahaman terhadap ajaran agama yang keliru dan sempit, serta tidak harmonisnya pola interaksi antarumat beragama;
(2) sistem sentralisasi pemerintahan di masa lampau yang mengakibatkan terjadinya penumpukan kekuasaan di Pusat dan pengabaian terhadap pembangunan dan kepentingan daerah serta timbulnya fanatisme kedaerahan;
(3) tidak berkembangnya pemahaman dan penghargaan atas kebhinnekaan dan kemajemukan dalam kehidupan berbangsa;
(4) terjadinya ketidakadilan ekonomi dalam lingkup luas dan dalam kurun waktu yang panjang, melewati ambang batas kesabaran masyarakat secara sosial yang berasal dari kebijakan publik dan munculnya perilaku ekonomi yang bertentangan dengan moralitas dan etika;
(5) kurangnya keteladanan dalam sikap dan perilaku sebagian pemimpin dan tokoh bangsa;
(6) tidak berjalannya penegakan hukum secara optimal, dan lemahnya kontrol sosial untuk mengendalikan perilaku yang menyimpang dari etika yang secara alamiah masih hidup di tengah masyarakat;
(7) adanya keterbatasan kemampuan budaya lokal, daerah, dan nasional dalam merespons pengaruh negatif dari budaya luar;
(8) meningkatnya prostitusi, media pornografi, perjudian, serta pemakaian, peredaran, dan penyelundupan obat-obat terlarang;
(9) Pemahaman dan implementasi otonomi daerah yang tidak sesuai dengan semangat konstitusi.
b. Faktor yang berasal dari luar negeri:
(1) pengaruh globalisasi kehidupan yang semakin meluas dengan persaingan antarbangsa yang semakin tajam;
(2) makin kuatnya intensitas intervensi kekuatan global dalam perumusan kebijakan nasional.
II. PANCASILA
1. Apa nama konsepsi dan cita-cita kehidupan kebangsaan dan kenegaraan diperkenalkan oleh Presiden Soekarno dalam Pidato di Perserikatan Bangsa-Bangsa tanggal 30 September 1960?
Pancasila
2. Apa makna Gotong Royong yang disampaikan oleh Ir. Soekarno pada pidato tanggal 1 Juni 1945?
Gotong royong adalah paham yang dinamis, lebih dinamis dari kekeluargaan. Gotong royong menggambarkan satu usaha, satu amal, satu pekerjaan. Gotong royong adalah pembantingan tulang bersama, perjuangan bantu binantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagiaan semua. Holopis kuntul baris, buat kepentingan bersama.
3. Bagaimana konsepsi gotong royong tercermin pada sila-sila Pancasila?
Prinsip ketuhanan harus berjiwa gotong-royong. Ketuhanan yang berkebudayaan, yang lapang, dan toleran, bukan ketuhanan yang saling menyerang dan mengucilkan.
Prinsip Kemanusiaan universalnya harus berjiwa gotong-royong. Kemanusiaan yang berkeadilan dan berkeadaban, bukan pergaulan kemanusiaan yang menjajah, menindas, dan eksploitatif.
Prinsip persatuannya harus berjiwa gotong-royong. Persatuan yang mengupayakan kebersamaan dengan tetap menghargai perbedaan, dalam bingkai bhinneka tunggal ika, bukan kebangsaan yang meniadakan perbedaan atau pun menolak persatuan.
Prinsip demokrasinya harus berjiwa gotong-royong. Demokrasi yang mengembangkan musyawarah mufakat, bukan demokrasi yang didikte oleh suara mayoritas atau minoritas elit penguasa dan pernodal, Prinsip keadilannya harus berjiwa gotong-royong. Keadilan yang mengembangkan partisipasi dan emansipasi di bidang ekonomi dengan semangat kekeluargaan, bukan visi kesejahteraan yang berbasis individualisme-kapitalisme, bukan pula yang mengekang kebebasan individu seperti dalam sistem etatisme.
4. Rumusan Pancasila terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Selain sebagai dasar negara, Pancasila juga berkedudukan sebagai?
a. Pancasila sebagai pandangan hidup Bangsa;
b. Pancasila sebagai ideologi Negara;
c. Pancasila sebagai ligatur (pemersatu) dalam perikehidupan kebangsaan dan kenegaraan;
d. Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum.
5. Bagaimana sejarah ringkas perumusan Pancasila sebagai dasar negara?
Pancasila tidaklah lahir secara mendadak pada tahun 1945, melainkan melalui proses yang panjang. Proses sejarah konseptualisasi Pancasila melintasi rangkaian perjalanan yang panjang, setidaknya dimulai sejak awal 1900-an dalam bentuk rintisan-rintisan gagasan untuk mencari sintesis antar ideologi dan gerakan seiring dengan proses penemuan Indonesia sebagai kode kebangsaan bersama. Proses ini ditandai oleh kemunculan berbagai organisasi pergerakan kebangkitan (Boedi Oetomo, SDI, SI, Muhammadiyah, NU, Perhimpunan Indonesia, dan lain-lain), partai politik (Indische Partij, PNI, partai-partai sosialis, PSII, dan lain-lain), dan sumpah pemuda. Perumusan konseptualisasi Pancasila dimulai pada masa persidangan pertama Badan Penyelidik Usaha-usaha Persia pan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) tanggal 29 Mei-1 Juni 1945.
Dalam menjawab permintaan Ketua BPUPKI, Radjiman Wediodiningrat, mengenai dasar negara Indonesia merdeka, puluhan anggota BPUPKI berusaha menyodorkan pandangannya, yang kebanyakan pokok gagasannya sesuai dengan satuan-satuan sila Pancasila. Rangkaian ini ditutup dengan Pidato Soekarno (1 Juni) yang menawarkan lima prinsip dari dasar negara yang diberi nama Panca Sila. Rumusan Soekarno tentang Pancasila kemudian digodok melalui Panitia Delapan yang dibentuk oleh Ketua Sidang BPUPKI. Kemudian membentuk "Panitia Sembilan", yang menyempurnakan rumusan Pancasila dari Pidato Soekarno ke dalam rumusan versi Piagam Jakarta pada 22 Juni 1945. Fase "pengesahan" dilakukan tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI yang menghasilkan rumusan final Pancasila yang mengikat secara konstitusional dalam kehidupan bernegara.
6. Sebutkan lima prinsip yang ditawarkan Soekarno dalam Sidang BPUPKI Tanggal 1 Juni 1945?
a. Kebangsaan Indonesia.
Suatu negara semua buat semua. Bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan, maupun golongan yang kaya, tetapi semua buat semua.
b. Internasionalisme, atau peri-kemanusiaan.
Kebangsaan yang kita anjurkan bukan kebangsaan yang menyendiri, bukan chauvinisme, harus menuju persatuan dunia, persaudaraan dunia. Bukan saja harus mendirikan Negara Indonesia merdeka, tetapi harus menuju pula kepada kekeluargaan bangsa-bangsa.
c. Mufakat atau demokrasi.
Dasar itu ialah dasar mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan. Mendirikan negara semua buat semua, satu buat semua, semua buat satu. Syarat yang mutlak untuk kuatnya Negara Indonesia ialah permusyawaratan perwakilan.
d. Kesejahteraan sosial.
Bukan demokrasi Barat tetapi permusyawaratan yang memberi hidup, yakni politiek economische democratie yang mampu mendatangkan kesejahteraan sosial. Jikalau memang betul-betul mengerti, mengingat, mencintai rakyat Indonesia, maka bukan saja persamaan politiek saudara-saudara, tetapi di atas bidang ekonomi harus mengadakan persamaan, artinya kesejahteraan bersama yang sebaik-baiknya.
e. Ketuhanan yang berkebudayaan.
Prinsip Indonesia Merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bahwa prinsip kelima daripada negara Indonesia ialah ke-Tuhanan yang berkebudayaan, ke-Tuhanan yang berbudi pekerti luhur, Ketuhanan yang hormat-menghormati satu sama lain.
7. Selain disampaikan dalam pidato Ir. Soekarno, istilah Pancasila telah dipakai dalam buku?
Buku Negara Kertagama karangan Empu Prapanca dan buku Sutasoma karangan Empu Tantular. Istilah Pancasila diberi makna kesusilaan yang lima.
8. Rangkaian dokumen sejarah teks Pancasila bermula dari tanggailluni 1945, rumusan 22 Juni 1945, hingga teks final tanggal 18 Agustus 1945 dan dimaknai sebagai satu kesatuan dalam proses kelahiran Pancasila. Sebutkan rumusan Pancasila tanggal 22 Juni 1945!
Rumusan Pancasila yang tercetus pada tanggal 22 Juni 1945 termaktub pada rumusan rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar (Piagam Jakarta) yaitu:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
9. Sebutkan rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan bagaimana kaitan antara rumusan tersebut?
Rumusan lengkap sila Pancasila telah dimuat dalam instruksi Presiden RI Nomor 12 tahun 1968 tanggal 13 April 1968 tentang tata urutan dan rumusan dalam penulisan/pembacaan/pengucapan sila-sila Pancasila, yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan Pancasila secara imperatif harus dilaksanakan oleh rakyat Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Setiap sila Pancasila merupakan satu kesatuan yang integral, yang saling mengandaikan dan saling mengunci. Ketuhanan dijunjung tinggi dalam kehidupan bernegara, tetapi diletakkan dalam konteks negara kekeluargaan yang egaliter, yang mengatasi paham perseorangan dan golongan; selaras dengan visi kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan kebangsaan, demokrasi-permusyawaratan yang menekankan konsensus, serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan sila pertama dan utama yang menerangi keempat sila lainnya. Paham Ketuhanan itu diwujudkan dalam paham kemanusiaan yang adil dan beradab. Semangat Ketuhanan Yang Maha Esa itu hendaklah pula meyakinkan segenap bangsa Indonesia untuk bersatu padu di bawah tali Tuhan Yang Maha Esa. Perbedaan-perbedaan diantara sesama warga Negara Indonesia tidak perlu diseragamkan, melainkan dihayati sebagai kekayaan bersama yang wajib disyukuri dan dipersatukan dalam wadah Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
Keyakinan akan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa harus diwujudkan dalam sila kedua Pancasila dalam bentuk kemanusiaan yang menjamin perikehidupan yang adil, dan dengan keadilan itu kualitas peradaban bangsa dapat terus meningkat dengan sebaik-baiknya. Karena itu, prinsip keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa menjadi prasyarat utama untuk terciptanya keadilan, dan perikehidupan yang berkeadilan itu menjadi prasyarat bagi pertumbuhan dan perkembangan peradaban bangsa Indonesia di masa depan.
Dalam kehidupan bernegara, prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa diwujudkan dalam paham kedaulatan rakyat dan sekaligus dalam paham kedaulatan hukum yang saling berjalin satu sama lain. Sebagai konsekuensi prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa, tidak boleh ada materi konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, dan bahkan hukum dan konstitusi merupakan pengejawantahan nilai-nilai luhur ajaran agama yang diyakini oleh warga negara. Semua ini dimaksudkan agar Negara Indonesia dapat mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
III. UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
1. Apa yang dimaksud dengan konstitusi?
Konstitusi adalah hukum dasar yang dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan suatu negara. Konstitusi dapat berupa hukum dasar tertulis yang lazim disebut Undang-Undang Dasar, dan dapat pula tidak tertulis.
2. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang disusun oleh pendiri negara, secara keberlakuan mengalami pasang surut, sebutkan periodisasi keberlakukan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945?
a. Undang-Undang Dasar 1945 (18 Agustus 1945 - 27 Desember 1949)
b. Konstitusi Republik Indonesia Serikat (27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950)
c. Undang-Undang Dasar Sementara 1950 (17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959)
d. Undang-Undang Dasar 1945 (5 Juli 1959 - 1999)
e. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (Tahun 1999 sampai Sekarang)
IV. NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
1. Bagaimana sejarah nama negara Indonesia?
Indonesia berasal dari bahasa latin indus dan nesos yang berarti India dan pulau-pulau. Indonesia merupakan sebutan yang diberikan untuk pulau-pulau yang ada di Samudra India dan itulah yang dimaksud sebagai satuan pulau yang kemudian disebut dengan Indonesia.
Pada tahun 1850, George Windsor Earl seorang Inggris etnolog mengusulkan istilah Indunesians dan preperensi Malayunesians untuk penduduk kepulauan Hindia atau Malayan Archipelago. Kemudian seorang mahasiswa bernama Earl James Richardison Logan menggunakan Indonesia sebagai sinonim untuk Kepulauan Hindia. Namun dikalangan akademik Belanda, di Hindia Timur enggan menggunakan Indonesia sebaliknya mereka menggunakan istilah Melayu Nusantara (Malaische Archipel).
Sejak tahun 1900 nama Indonesia menjadi lebih umum dikalangan akademik di luar Belanda, dan golongan nasionalis Indonesia menggunakan nama Indonesia untuk ekspresi politiknya. Adolf Bastian dari Universitas Berlin memopulerkan nama Indonesia melalui bukunya Indonesien oder die inseln des malayischen arcipels (1884- 1894). Kemudian sarjana bahasa Indonesia pertama yang menggunakan nama Indonesia adalah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara) ketika ia mendirikan kantor berita di Belanda dengan nama Indonesisch Pers-Bureau di tahun 1913.
2. Sejarah negara Indonesia tidak akan terlepas dari sejarah kerajaan Majapahit. Pada masa pemerintahan Mahapatih Gadjah Mada, majapahit berhasil menyatukan wilayah nusantara sebagaimana terdapat pada sumpah palapa. Apa yang dimaksud dengan sumpah palapa?
Sumpah palapa adalah pernyataan sumpah yang diucapkan Gadjah Mada pada upacara pengangkatannya menjadi Patih Amangkubhumi Majapahit, tahun 1258 Saka (1336 M) yang menyebutkan bahwa tidak akan pernah beristirahat atau berhenti berpuasa sebelum Nusantara bersatu.
Ketika Gadjah Mada diangkat sebagai Mahapatih Majapahit, sebagian wilayah Nusantara yang disebutkan di dalam sumpahnya belum dikuasai Majapahit. Wilayah tersebut yaitu: Gurun (Nusa Penida), Seran (Seram), Tanjung Pura (Kerajaan Tanjungpura, Ketapang, Kalimantan Barat), Haru (Sumatera Utara, kemungkinan merujuk kepada Kerajaan Karo), Pahang (Pahang di Semenanjung Melayu), Dompo (sebuah daerah di pulau Sumbawa), Bali (Kerajaan Bali), Sunda (Kerajaan Sunda), Palembang (Kerajaan Sriwijaya), dan Tumasik (Singapura).
Sumpah Palapa yang dikemukakan Mahapatih Gadjah Mada yang kernudian setelah Majapahit berhasil menyatukan daerah-daerah di luar Jawa Dwipa menjadi Patih Dwipantara atau Nusantara, pada jamannya merupakan visi globalisasi Majapahit, yaitu meskipun pusat Kerajaan berada di Pulau Jawa (Jawa Dwipa), namun dia bertekat menyatukan seluruh wilayah Nusantara (pulau-pulau yang berada di luar pulau Jawa) dalam satu kesatuan, satu kehendak dan satu jiwa.
3. Pada tahun 1928, lahirlah Sumpah Pemuda yaitu golongan pemuda yang menghendaki persatuan, bertujuan mencanangkan cita-cita kemerdekaan, dan memperjuangkan Indonesia merdeka. Siapa organisasi pencetus sumpah pemuda dan sebutkan organisasi yang hadir pada kongres Pemuda ke-2 tanggal 27-28 Oktober 1928 tersebut?
Organisasi pencetus Sumpah Pemuda adalah Perhimpunan Indonesia Nederland, Partai Nasional Indonesia, dan Pemuda Indonesia.
Perwakilan organisasi yang hadir pada kongres pemuda ke-2 adalah perwakilan organisasi PPPI, Jong Java, Jong Islamiten Bond, Jong Sumateranen Bond, Pemuda Indonesia, Jong Celebes, Jong Ambon, Jong Batak, dan Pemuda Kaum Betawi.
4. Bagaimana sejarah pembentukan Pemerintah Darurat Republik Indonesia?
Pada 19 Desember 1948, akibat serangan Belanda yang berhasil menguasai Yogyakarta waktu itu dijadikan ibu kota Negara Republik Indonesia, Sidang Kabinet Republik Indonesia yang dipimpin oleh Wakil Presiden Moh. Hatta memutuskan untuk memberikan mandat kepada Mr. Sjafruddin Prawiranegara agar membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI), dan seandainya tidak mungkin, supaya menteri Keuangan Mr. A.A. Maramis yang pada waktu itu berada di luar negeri (New Delhi) untuk menggantikan Mr. Sjafruddin.
Secara serentak, Kabinet Hatta mengeluarkan dua surat mandat tentang pembentukan pemerintah darurat di Sumatera, satu untuk Mr Sjafruddin Prawiranegara di Bukit Tinggi, dan satu lagi untuk Mr. A.A. Maramis di New Delhi.
Tanggal 22 Desember 1948, dalam rapat di Sumatera yang dihadiri antara lain oleh Mr. Syafruddin Prawiranegara, Mr.T. M. Hassan, Mr.S. M. Rasyid, Kolonel Hidayat, Mr.Lukman Hakim, Ir. Indracahya, Ir. Mananti Sitompul, Maryono Danubroto, Direktur BNI Mr. A. Karim, Rusli Rahim, dan Mr. Latif memproklamirkan pemerintah darurat. Pendirian PDRI ini merupakan satu bentuk perlawanan yang dilakukan oleh rakyat Indonesia terhadap Belanda.
Pemerintah darurat merupakan upaya pengalihan kekuasaan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia kepada pihak tertentu untuk menjalankan pemerintahan karena pemerintah Indonesia pada masa itu tidak dapat menjalankan fungsi pemerintahan. Hal ini karena pemerintahan yang tengah berlangsung mengalami ketidakkuasaan dalam menjalankan pemerintahan disebabkan adanya agresi Belanda yang berhasil menangkap Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta selaku kepala pemerintahan dan menguasai pusat pemerintahan. Peran pemerintah darurat ini menjadi sentral karena merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah Indonesia yang pada masa itu tidak dapat menjalankan pemerintahan.
5. Konferensi Meja Bundar yang berlangsung di Den Haag pada 23 Agustus sampai 2 November 1949, berhasil mengakhiri konfrontasi fisik antara Indonesia dengan Belanda. Apa hasil kesepkatan konferensi tersebut?
- Pengakuan dan penyerahan kedaulatan dari Pemerintah Belanda kepada Pemerintah Indonesia yang disepakati akan disusun dalam struktur ketatanegaraan yang berbentuk negara federal, yaitu negara Republik Indonesia Serikat;
- Pembentukan Uni Belanda-Republik Indonesia Serikat yang dipimpin oleh Ratu Belanda secara simbolis;
- Soekarno dan Moh. Hatta akan menjabat sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia Serikat untuk periode 1949-1950, dengan Moh. Hatta merangkap sebagai perdana menteri;
- Irian Barat masih dikuasasi Belanda dan tidak dimasukkan ke dalam Republik Indonesia Serikat sampai dilakukan perundingan lebih lanjut;
- Pemerintah Indonesia harus menanggung hutang negeri Hindia Belanda sebesar 4,3 miliar gulden.
1. Sebutkan rumusan lengkap ungkapan Bhinneka Tunggal Ika sebagaimana terdapat dalam Kitab Sutasoma yang ditulis oleh Mpu Tantular?
"Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa, Bhinneki rakwa ring apan kena parwanosen, Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal, Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa" (Bahwa agama Buddha dan Siwa (Hindu) merupakan zat yang berbeda, tetapi nilai-nilai kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal. Terpecah belah, tetapi satu jua, artinya tak ada dharma yang mendua).
2. Apa makna Bhinneka Tunggal Ika dan bagaimana sejarah lahirnya sasanti tersebut sebagai semboyan negara Indonesia?
Ungkapan dalam bahasa Jawa Kuno tersebut, secara harfiah mengandung arti bhinneka (beragam), tunggal (satu), ika (itu) yaitu beragam satu itu. Doktrin yang bercorak teologis ini semula dimaksudkan agar antara agama Buddha (Jina) dan agama Hindu (Siwa) dapat hidup berdampingan dengan damai dan harmonis, sebab hakikat kebenaran yang terkandung dalam ajaran keduanya adalah tunggal (satu). Mpu Tantular sendiri adalah penganut Buddha Tantrayana, tetapi merasa aman hidup dalam kerajaan Majapahit yang lebih bercorak Hindu.
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika mulai menjadi pembicaraan terbatas antara Muhammad Yamin, Bung Karno, I Gusti Bagus Sugriwa dalam sidang-sidang BPUPKI sekitar dua setengah bulan sebelum Proklamasi (A.B. Kusuma, 2004). Bahkan Bung Hatta sendiri mengatakan bahwa Bhinneka Tunggal Ika adalah ciptaan Bung Karno setelah Indonesia merdeka. Setelah beberapa tahun kemudian ketika merancang Lambang Negara Republik Indonesia dalam bentuk Garuda Pancasila, semboyan Bhinneka Tunggal Ika dimasukkan ke dalamnya.
Secara resmi lambang tersebut dipakai dalam Sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat yang dipimpin Bung Hatta pada 11 Februari 1950 berdasarkan rancangan yang dibuat oleh Sultan Hamid 11 (1913-1978). Dalam sidang tersebut muncul beberapa usulan rancangan lambang negara, kemudian yang dipilih adalah usulan yang dibuat Sultan Hamid 11 dan Muhammad Yamin, dan rancangan dari Sultan Hamid yang kemudian ditetapkan.
Tulisan Mpu Tantular tersebut oleh para pendiri bangsa diberikan penafsiran baru karena dinilai relevan dengan keperluan strategis bangunan Indonesia merdeka yang terdiri dari beragam agama, kepercayaan, ideologi politik, etnis, bahasa, dan budaya. Dasar pemikiran tersebut yang menjadikan semboyan "keramat" ini terpampang melengkung dalam cengkeraman kedua kaki Burung Garuda. Burung Garuda dalam mitologi Hindu adalah kendaraan (wahana) Dewa Wishnu.
Dalam proses perumusan konstitusi Indonesia, jasa Muh.Yamin harus dicatat sebagai tokoh yang pertama kali mengusulkan kepada Bung Karno agar Bhinneka Tunggal Ika dijadikan semboyan sesanti negara. Di sela-sela Sidang BPUPKI antara Mei-Juni 1945, Muh. Yamin menyebut-nyebut ungkapan Bhinneka Tunggal Ika itu sendirian. Namun I Gusti Bagus Sugriwa (temannya dari Buleleng) yang duduk di sampingnya sontak menyambut sambungan ungkapan itu dengan "tan hana dharma mangrwa." Sambungan spontan ini di samping menyenangkan Yamin, sekaligus menunjukkan bahwa di Bali ungkapan Bhinneka Tunggal Ika itu masih hidup dan dipelajari orang
.
0 komentar:
Post a Comment