HIDUP SEKALI HIDUP YANG BERARTI

Friday, 21 November 2014

PHK



INTERVENSI KRISIS PHK
 DI SUSUN OLEH
EKO RIYANTO
NBP 12891011720

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Intervensi krisis merupakan suatu intervensi  ringkas yang terfokus pada  upaya memobilisir kekuatan-kekuatan dan sumber-sumber klien untuk mengatasi suatu situasi krisis dan memperbaiki tingkat penanggulangan, kepercayaan dan pemecahan masalah. Menurut Eaton dan Roberts (2009, halaman 207), suatu krisis dapat ditimbulkan oleh setiap peristiwa yang sangat  menekan atau traumatik, seperti yang dirasakan oleh klien, dimana individu tidak memiliki kekuatan – kekuatan ego atau mengatasi kemampuan – kemampuan untuk secara efektif menghadapi masalah yang ada sekarang ini.
Intervensi  krisis didasarkan atas  teori krisis yang berbunyi bahwa  individu – individu memiliki mekanisme – mekanisme penanggulangan untuk menghadapi peristiwa – peristiwa yang menekan, namun dalam beberapa situasi, peristiwa – peristiwa tersebut merentangkan individu – individu diluar kemampuan – kemampuan penanggulangan normal mereka dan melemparkannya ke dalam suatu kesimpulan ketakseimbangan. Bila strategi – strategi dan mekanisme penanggulangan dari individu – individu itu gagal menyebut peristiwa tersebut dan kekuatan – kekuatan serta sumber – sumbernya tak cukup memadai untuk menghadapi peristiwa tersebut, maka individu – individu merasa situasi itu sebagai suatu krisis.  Sasaran dari intervensi  krisis itu adalah untuk membahas krisis itu dengan strategi – strategi penanggulangan, membantu individu – individu memperbaiki tingkat penanggulangan, kepercayaan dan pemecahan masalah mereka dan memungkinkan individu – individu untuk menarik kekuatan – kekuatan baru yang teridentifikasi, sumber – sumber dan mekanisme – mekanisme penanggulangan bila menghadapi penekan – penekan di masa depan.
Walaupun pengalaman krisis itu mungkin saja traumatik bagi individu – individu, maka pengalaman ini dapat berlaku sebagai kesempatan untuk pertumbuhan dan perkembangan (2005). Intervensi krisis  itu tepat untuk pekerjaan dengan individu – individu, keluarga – keluarga dan/atau komunitas – komunitas yang dengan segera mengikuti suatu situasi krisis dan dalam jangka pendek dalam sifat dasarnya, berakhir hanya antara satu sampai enam minggu. Badan – badan profesional yang berintervensi/campurtangan dalam situasi – situasi krisis melekat pada model – model intervensi  krisis yang berbeda, namun dalam pekerjaan sosial, kesehatan mental dan profesi – profesi penyuluhan,  model tujuh tahap dari Roberts (1991) adalah model intervensi  krisis yang paling luas diakui dan dimanfaatkan. Disini saya akan membahas intervensi krisis tentang pemutusan hubungan kerja

B.       Rumusan Masalah
1.         Apa yang dimaksud dengan PHK?
2.         Bagaimana asal mula PHK?
3.     Bagaimana cara mengatasi PHK?

C.      Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pengertian krisis dan intervensi krisis, apa karakteristik dari krisis, bagaimana asal mula dari intervensi krisis, tujuan dari intervensi krisis, prinsip dari intervensi krisis, sifat dari intervensi krisis, tahap intervensi krisis, kelebihan dan kelemahan intervensi krisis serta dan peran pekerjaan sosial dalam intervensi krisis.
D. Pembahasan
1. Pemutusan Hubungan Kerja
Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha.
Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja jika:
  • Pekerja melanggar ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja dan/atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama dan pekerja yang bersangkutan telah diberikan tiga surat peringatan, masing-masing dikeluarkan dalam jangka waktu enam bulan dari peringatan sebelumnya secara berturut-turut;
  • Pengusaha melakukan perubahan status, penggabungan, atau peleburan perusahaan, dan pengusaha tidak bersedia menerima pekerja tersebut kedalam perusahaan dengan status yang baru;
  • Perusahaan tutup karena mengalami kerugian secara terus-menerus selama 2 tahun atau keadaan memaksa (force majeur);
  • Perusahaan pailit;
  • Pekerja meninggal dunia
  • Pekerja memasuki usia pensiun;
  • Pekerja mangkir selama lima hari kerja berturut-turut tanpa keterangan tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah telah dipanggil oleh pengusaha dua kali secara patut dan tertulis; atau
  • Pekerja melakukan kesalahan berat dan telah tetapkan dalam putusan hakim pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Pekerja dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial jika pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut:
  • menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja;
  • membujuk dan/atau menyuruh pekerja untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
  • tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3
  • bulan berturut-turut atau lebih;
  • tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja;
  • memerintahkan pekerja untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan; atau
  • memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan pekerja sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja.
Pekerja dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja jika pekerja mengalami sakit berkepanjangan, mengalami cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 bulan.
REFERENSI HUKUM:
  1. UU KETENAGAKERJAAN NO. 13 TAHUN 2003, PASAL 161-172;
  2. PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 012/PUU-I/2003 TAHUN 2004 (MENGUBAH UU KETENAGAKERJAAN NO. 13 TAHUN 2003 TAHUN 2004, PASAL 158-160, 170-171, 186);
  3. PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 37/PUU-IX/2011 TAHUN 2012 (MENGUBAH UU KETENAGAKERJAAN NO. 13 TAHUN 2003, PASAL 155(2));
  4. SURAT EDARAN MENAKERTRANS NO. SE-13/MEN/SJ-HK/I/2005.

2. Alasan yang dilarang untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja
Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan:
  • Pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui dua belas bulan secara terus-menerus;
  • Pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  • Pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
  • Pekerja menikah;
  • Pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;
  • Pekerja mempunyai pertalian darah atau ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama;
  • Pekerja mendirikan, menjadi anggota atau pengurus serikat pekerja, melakukan kegiatan serikat pekerja di luar jam kerja atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja;
  • Pekerja mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;
  • Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;
  • Pekerja dalam keadaan disabilitas tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.
REFERENSI HUKUM:
  1. UU KETENAGAKERJAAN NO. 13 TAHUN 2003, PASAL 153.

3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja
Pekerja harus diberi kesempatan untuk membela diri sebelum hubungan kerjanya diputus. Pengusaha harus melakukan segala upaya untuk menghindari memutuskan hubungan kerja.
Pengusaha dan pekerja beserta serikat pekerja menegosiasikan pemutusan hubungan kerja tersebut dan mengusahakan agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja.
Jika perundingan benar-benar tidak menghasilkan kesepakatan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Penetapan ini tidak diperlukan jika pekerja yang sedang dalam masa percobaan bilamana telah dipersyaratkan secara tertulis, pekerja meminta untuk mengundurkan diri tanpa ada indikasi adanya tekanan atau intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja dengan waktu tertentu yang pertama, pekerja mencapai usia pensiun, dan jika pekerja meninggal dunia.
Pengusaha harus mempekerjakan kembali atau memberi kompensasi kepada pekerja yang alasan pemutusan hubungan kerjanya ternyata ditemukan tidak adil.
Jika pengusaha ingin mengurangi jumlah pekerja oleh karena perubahan dalam operasi, pengusaha pertama harus berusaha merundingkannya dengan pekerja atau serikat pekerja. Jika perundingan tidak menghasilkan kesepakatan, maka baik pengusaha maupun serikat pekerja dapat mengajukan perselisihan tersebut kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
REFERENSI HUKUM:
  1. UU KETENAGAKERJAAN NO. 13 TAHUN 2003, PASAL 136, 151, 154;
  2. UU PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL NO. 2 TAHUN 2004, PASAL 1-5;
  3. PERATURAN MENAKERTRANS NO. PER.31/MEN/XII/2008.


4. Uang Pesangon dan Uang Penghargaan Masa Kerja
Besaran uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja meningkat sejalan dengan lamanya masa kerja seseorang di perusahaan.
Upah sebulan pekerja dihitung berdasarkan upah pokok ditambah seluruh tunjangan tetap.
Uang Pesangon
Masa Kerja
Besaran Uang Pesangon
Kurang dari 1 tahun
1 bulan upah
1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun
2 bulan upah
2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun
3 bulan upah
3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun
4 bulan upah
4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun
5 bulan upah
5 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun
6 bulan upah
6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun
7 bulan upah
7 tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 tahun
8 bulan upah
8 tahun atau lebih
9 bulan upah
Uang Penghargaan Masa Kerja
Masa Kerja
Besaran Uang Penghargaan Masa Kerja
Kurang dari 3 tahun
-
3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun
2 bulan upah
6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun
3 bulan upah
9 tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun
4 bulan upah
12 tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 tahun
5 bulan upah
15 tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 tahun
6 bulan upah
18 tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 tahun
7 bulan upah
21 tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 tahun
8 bulan upah
24 tahun atau lebih
10 bulan upah
REFERENSI HUKUM:
  1. UU KETENAGAKERJAAN NO. 13 TAHUN 2003, PASAL 156-7, 162-8, 172.


5.     Ilustrasi masalah
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan dari 25 Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) yang ada di Indonesia hanya 17 DPLK yang menjalankan dana pengelolaan pesangon. Padahal, pengelolaan dana pesangon sangat penting bagi pekerja dan pemberi kerja.

Direktur Pengawasan Dana Pensiun OJK, Heru Juwanto mengatakan, dana pesangon ini wajib diberikan kepada karyawan oleh perusahaan atas imbal jasa yang telah dilakukan karyawan. Menurutnya, aturan ini dan hal ini sudah tertuang dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2003

"Pemicunya dana pesangon itu wajib ketika ada kasus terutama di 2002, dengan perusahaan Nike. Saat itu ada kebangkrutan, penghentian produksi/usaha," ungkap Heru di Graha Niaga, Jakarta, Kamis (26/9/2013).

Heru menambahkan, ketika perusahaan tersebut bangkrut, maka Nike tidak mampu membayar pesangon karyawan. Selain itu, Nike juga kabur dari Indonesia, dan menyebabkan karyawan melakukan demo untuk menuntut dana pesangon untuk dibayarkan.

"Akhirnya mereka tidak memenuhi pembayaran pesangon kepada pegawainya. Meninggalkan begitu saja, dan pegawainya hanya bisa demo, dan tidak ada yang bertanggung jawab atas kerja mereka," jelas dia.

"Sebenarnya masih banyak contoh, makanya saat itu bagaimana Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta DPR membuat Undang-Undang untuk wajibkan perusahaan berikan pesangon kepada karyawan," tandasnya.
Jember | kabar3
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Jember, Jawa Timur (Jatim), mengatakan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan penutupan pabrik PT HM Sampoerna di kabupaten itu sudah memenuhi prosedur.
"Alasannya pemilik bangkrut karena produknya tidak laku dijual dan tidak ada yang salah secara undang-undang terkait dengan penutupan pabrik sigaret kretek tangan (SKT) di Garahan, Kecamatan Silo, tersebut," kata Kepala Disnakertrans Jember, Ahmad Hariyadi, saat dihubungi per telepon di Jember, Sabtu (17/5).
Menurut dia, PHK yang dilakukan PT HM Sampoerna juga sudah sesuai dengan UU tentang Ketenagakerjaan dan pesangon yang diberikan bahkan lebih besar dari ketentuan di undang-undang tersebut. "Karyawan yang bekerja setahun seharusnya mendapatkan pesangon satu kali gaji, namun dalam kasus ini karyawan diberikan pesangon hingga enam kali gaji dan karyawan magang diberikan satu kali gaji," ujar dia.
Ketua Komisi D DPRD Jember, Ayub Junaidi, meminta kepada pihak perusahaan untuk memenuhi dan menyelesaikan hak-hak karyawan yang di PHK dan Disnakertrans harus mengawal proses tersebut. "Kami meminta kepada pihak perusahaan untuk memenuhi dan menyelesaikan hak-hak karyawan, sehingga tidak ditinggalkan begitu saja dan hak-haknya harus dipenuhi," ucap politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.
Menurut dia, DPRD meminta kepada Pemkab Jember melalui Bupati dan Disnakertrans Jember untuk mengawal pemberian hak-hak tersebut kepada para karyawan, sehingga tidak ada karyawan yang telantar akibat kasus PHK massal tersebut.
Terkait dengan penutupan pabrik itu, lanjut dia, sebenarnya bukan hanya karyawan yang dirugikan, namun hal tersebut juga berdampak pada perekonomian di sekitar kawasan pabrik karena pembangunan pabrik rokok Sampoerna sempat menumbuhkan perekonomian di sektor lainnya.
PT HM Sampoerna akan menghentikan kegiatan produksi pabrik sigaret kretek tangan yang berlokasi di Jember dan Lumajang, Jawa Timur, sehingga 4.900 karyawan perusahaan rokok terbesar itu terkena PHK dan terhitung sejak 31 Mei 2014.

6.            Cara mengatasi PHK
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bukan berarti kiamat, melainkan kesempatan untuk memulai karier dan kehidupan baru. Dengan tetap realistis, optimis dan kemauan bekerja keras, tak sulit merebut pasaran kerja kembali.
Ada beberapa langkah untuk mengatasi PHK antara lain:
1.      Kenali kelima tahap emosional yang sedang dialami.
Mulai dari shock, penolakan dan ketidakpercayaan, ketakutan dan kecemasan, menyalahkan, penerimaan dan pencarian, sampai akhirnya muncul komitmen.
2.      Tetapkan jadwal istirahat
Lepaskan ketegangan. Bisa dengan tidur, mengatur napas, mendengarkan musik, mengkonsumsi makanan sehat, mengurangi alkohol.
3.      Lakukan sharing
Diskusikan keinginan, ketakutan dan rencana bersama anggota keluarga atau teman dekat. Atau bergabung dengan orang-orang yang sedang menghadapi tantangan yang sama. Pertemuan berkala akan mereduksi rasa takut, memacu gagasan, memperkokoh jaringan kerja dan memberikan umpan balik positif. Jika perlu, hubungi konselor yang berpengalaman.
4.      Periksa kondisi keuangan
Anggaran rumah tangga harus bisa mencukupi belanja sehari-hari, termasuk anggaran untuk mencari pekerjaan baru. Lakukan penghematan di mana perlu.
5.      Jadwalkan waktu untuk berpikir dan merenung
Apa yang akan dikerjakan. Cari kesunyian, nikmati alam, lakukan meditasi.
6.      Terima kenyataan
Terimalah kenyataan bahwa Anda telah di PHK. Jangan menipu diri, teman atau keluarga.
7.      Hiduplah untuk hari ini
Jangan mengumbar kecemasan yang tak perlu. Atasi masalah satu persatu. Bersiaplah kembali meniti karier.
8.      Atur karier kedepan
Lakukan sesuatu sebelum terjadi PHK. punya pilihan, ambil kontrol diri, dan kembangkan kekuatan dalam. Ganti pandangan. Anda bukanlah korban tetapi pribadi yang punya kekuatan. Jangan melihat PHK sebagai masalah, tetapi lihatlah sebagai tantangan.
9.      Perdalam kemampuan dalam mengambil keputusan dan pertajam ketrampilan dalam mencari lowongan kerja.
Kita harus memutuskan mau berkarier di mana dan bagaimana cara menggapainya.
10.  Pertimbangkan untuk berwirausaha
Jika memungkinkan cari penghasilan dengan berwirausaha. Jika berhasil, kita akan turut berpartisipasi dalam membuka lowongan kerja baru. Bahkan tidak lagi sebagai karyawan tetapi sebagai bos.
Singkat kata, kalau terkena PHK, ada baiknya tetap berpikir positif. Membaca buku yang menggugah inspirasi, bergaul dengan orang-orang optimis, niscaya akan membantu Anda tetap optimis pula. Semoga bermanfaat. Salam sukses dari Roemah Prestasi.


ATAU YANG LENGKAP INI
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.         Latar Belakang
Sering kita mendengar mengenai karyawan, dimana karyawan adalah anggota dari sebuah organisasi peruasaan/lembaga  yang bekerja dalam mencapai tujuan tertentu. Ada yang bekerja di lembaga kepemerintahan dan ada pula yang di lembaga swasta. Bagi mereka yang bekerja di lembaga kepemerintahan bias kita sebut sebagai Pegawai Negri Sipil (PNS) yang mereka bekerja untuk Negara dan di gajih pula oleh Negara dan diatur pula oleh aturan pemerintah. Kemudian ada yang bekerja di lembaga suasta dimana mereka di pekerjakan oleh perusahaan atau lembaga suata diman merka di atur oleh perusahaan dan oleh pemerintah.
Dalam mencapai tujuannya perusahaan sangat di pengaruhi oleh yang namanya karyawan. Dalam proses tersebut ada beberapa hal yang harus di perhatikan salah satunya adalah Pemutusan hubungan kerja (PHK). Di Indonesia sendiri Pemutusan hubungan kerja ini di atur dalam undang – undang ketenaga kerjaan yaitu dalam UU RI No.13 Tahun 2003, dimana disini di jelaskan aturan -  aturan mengenai pemutusan hubungan kerja.
Di Negara ini pun pernah terjadi PHK secara besar – besaran dimana pada waktu itu terjadi krisis moneter, yang mengakibatkan perusahaan tidak sanggup lagi menggaji karyawannya. Langkah ini terpakas di lakukan sebagai solusi dari perusahaan karna mengalami kerugian yang cukup besar. Sementara perusahaan harus memenuhi kewajibannya untuk mnggaji karyawan.
Dan pada waktu itu PHK menjadi momok besar yang sangat menakutkan. Para karyawan cemas akan nasibnya yang akan di berhentikan dari pekerjaanya. Hingga saat ini PHK menjadi pemikiran yang negatif karna di anggap sebagai pemecatan. Padahal PHK bukan itu tapi ini merupakan proses dari sebuah keberlangsungan perusahaan. Dan akan dibahas lebih jelasnya dalam pembahasan makalah ini.
1.2.          Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
  1. Apa definisi dari PHK ?
  2. Apa fungsi dan tujuan dari PHK ?
  3. Jelaskan jenis – jenis dari PHK !
  4. Jelaskan mekanisme dan penyelesaian PHK !
  5. Dan bagai mana mekanisme dan apa penyebab terjadinya PHK di SMK Muhammadiyah 1 Kuningan?
1.3.          Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini adalah :
  1. Mengetahui definisi dari Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK ) .
  2. Mengetahui fungsi dan tujuan pemutusan hubungan kerja ( PHK ) .
  3. Mengetahui jenis – jenis dan prinsip – prinsip dari Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK ) .
  4. Mengetahui mekanisme pemberian PHK kepada karyawan dan cara penyelesaian perselisihan yang akan timbul setelah Pemutusan hubungan kerja dilakukan .
  5. Mengetahui bentuk dari pemberian kompensasi kepada karyawan yang mendapatkan pemutusan hubungan kerja dari lembaga swasta .
  6. Mengetahui mekanisme dan penyebab terjadinya PHK di SMK Muhammadiyah 1 Kuningan.



BAB II
PEMBAHASAN
2.1.          Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) memiliki berbagai pengertian, diantaranya :
1.                 Menurut Mutiara S. Panggabean
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) merupakan pengakhiran hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha yang dapat disebabkan oleh berbagai macam alasan, sehingga berakhir pula hak dan kewajiban di antara mereka.
2.                 Menurut Malayu S.P. Hasibuan
Pemberhentian adalah fungsi operatif terakhir manajemen sumberdaya manusia.Dan istilah ini mempunyai sinonim dengan separation, pemisahan atau pemutusan hubungan kerja (PHK).
3.                 Menurut Sondang P. Siagian
Pemutusan hubungan kerja adalah ketika ikatan formal antara organisasi selaku pemakai tenaga kerja dan karyawannya terputus.
4.                 Menurut Suwatno
Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.
5.                 Menurut UU RI No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 ayat 25
Pemutusan hubungan kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja atau buruh dan pengusaha.
Maka dengan ini dapat disimpulkan bahwa Pemutusan Hubungan kerja (PHK) yang juga dapat disebut dengan Pemberhentian, Separation atau Pemisahan memiliki pengertian sebagai sebuah pengakhiran hubungan kerja dengan alasan tertentu yang mengakibatkan berakhir hak dan kewajiban pekerja dan perusahaan.
2.2.          Fungsi Dan Tujuan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Fungsi Pemutusan Hubungan Kerja dilakukan adalah sebagaio berikut:
  1. Mengurangi biaya tenaga kerja
  2. Menggantikan kinerja yang buruk. Bagian integral dari manajemen adalah mengidentifikasi kinerja yang buruk dan membantu meningkatkan kinerjanya.
  3. Meningkatkan inovasi. PHK meningkatkan kesempatan untuk memperoleh keuntungan , yaitu :
    1. Pemberian penghargaan melalui promosi atas kinerja individual yang tinggi.
    2. Menciptakan kesempatan untuk level posisi yang baru masuk
    3. Tenaga kerja dipromosikan untuk mengisi lowongan kerja sebgai sumber daya yang dapat memberikan inovasi/menawarkan pandangan baru.
  4. Kesempatan untuk perbedaan yang lebih besar. Meningkatkan kesempatan untuk mempekerjakan karyawan dari latar belakang yang berbeda-beda dan mendistribusikan ulang komposisi budaya dan jenis kelamin tenaga kerja.
Tujuan Pemutusan Hubungan Kerja memiliki kaitan yang erat dengan alasan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), namun tujuan lebih menitikberatkan pada jalannya perusahaan (pihak pengusaha). Maka tujuan PHK diantaranya:
  1. Perusahaan/ pengusaha bertanggung jawab terhadap jalannya perusahaan dengan baik dan efektif salah satunya dengan PHK.
  2. Pengurangan buruh dapat diakibatkan karena faktor dari luar seperti kesulitan penjualan dan mendapatkan kredit, tidak adanya pesanan, tidak adanya bahan baku produktif, menurunnya permintaan, kekurangan bahan bakar atau listrik, kebijaksanaan pemerintah dan meningkatnya persaingan.
Tujuan lain pemberhentian yakni agar dapat mencapai sasaran seperti yang diharapkan dan tidak menimbulkan masalah baru dengan memperhatikan tiga faktor penting, yaitu faktor kontradiktif, faktor kebutuhan, dan faktor sosial.
2.3.          Prinsip – Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Prinsip-prinsip dalam pemutusan hubungan kerja adalah mengenai alasan dan mekanisme pemutusan hubungan kerja.
Maka alasan pemutusan hubungna kerja (PHK) antara lain sebagai berikut:
1. Undang-Undang
Undang-undang dapat menyebabkan seseorang harus berhenti seperti karyawan WNA yang sudah habis izinnya.
2. Keinginan Perusahaan
Perusahaan dapat memberhentikan karyawan secara hormat ataupun tidak apabila karyawan melakukan kesalahan besar
3. Keinginan karyawan
Buruh dapat memutuskan hubungan kerja sewaktu-waktu karena alasan mendesak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
4. Pensiun
Ketika seseorang telah mencapai batas usia tertentu sesuai dengan peraturan perusahaan yang disepakati.
5. Kontrak kerja berakhir
6. Kesehatan karyawan
Kesehatan karyawan dapat dijadikan alasan pemberhentian karyawan. Ini bisa berdasarkan keinginan perusahaan atau keinginan karyawan yang juga telah diatur berdasarkan perundang-undangan  ketenagakerjaan yang berlaku.
7. Meninggal dunia
8. Perusahaan dilikuidisasi
9. Karyawan dilepas jika perusahaan dilikuidisasi atau ditutup karena bangkrut.
2.4.          Jenis – Jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Menurut Mangkuprawira Pemutusan Hubungan kerja (PHK) ada 2 Jenis, yaitu pemutusan hubungan kerja sementara dan pemutusan hubungan kerja permanen.
  1. Pemutusan Hubungan Kerja Sementara, yaitu sementara tidak bekerja dan pemberhentian sementara.
  2. Sementara tidak bekerja
Terkadang para karyawan butuh untuk meningglakan pekerjaan mereka sementara. Alasannya bermacam-macam dapat berupa kesehatan, keluarga, melanjutkan pendidikan rekreasi dan lain sebagainya. Keadaan ini disebut juga dengan cutipendek atau cuti panjang namun karyawan tersebut masih memiliki ikatan dengan perusahaan dan memiliki aturan masing-masing.
  1. Pemberhentian sementara
Berbeda dengan sementara tidak bekerja pembertihan sementara memiliki alasan internal perusahaan, yaitu karena alasan ekonomi dan bisnis, misalnya kondisi moneter dan krisis ekonomi menyebabkan perusahaan mengalami chaos atau karena siklus bisnis. Pemberhentian sementara dapat meminimumkan di beberapa perusahaan melalui perencanaan sumber daya manusia yang hati-hati dan teliti.
  1. Pemutusan Hubungan Kerja Permanen, ada tiga jenis yaitu atrisi, terminasi dan kematian.
    1. Atrisi atau pemberhentian tetap seseorang dari perusahaan secara tetap karena alasan pengunduran diri, pensiun, atau meninggal. Fenomena ini diawali oleh pekerja individual, bukan oleh perusahaan. Dalam perencanaan sumber daya manusia, perusahaan lebih menekannkan pada atrisi daripada pemberhentian sementara karena proses perencanaan ini mencoba memproyeksikan kebutuhan karyawan di masa depan.
    2. Terminasi adalah istilah luas yang mencakup perpisahan permanen karyawan dari perusahaan karena alasan tertentu. Biasnya istilah ini mengandung arti orang yang dipecat dari perusahaan karena faktor kedisiplinan. Ketika orang dipecat karena alasan bisnis dan ekonomi. Untuk mengurangi terminasi karena kinerja yang buruk maka pelatihan dan pengembangan karyawan merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh karena dapat mengajari karyawan bagaimana dapat bekerja dengan sukses.
Menurut Sedarmayanti Jenis Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) ada 2 jenis, yaitu :
  1. Permberhentian Sementara biasanya terjadi pada karyawan tidak tetap yang hubungan kerjanya bersifat tidak tetap, perusahaan yang bergerak pada produk musiman, Karyawan yang dikenakan tahanan sementara oleh yang berwajibkarena disangkatelah berbuat tindak pidana kejahatan.
  2. Pemberhentian Permanen sering disebut pemberhentian, yaitu terputusnya ikatan kerja antara karyawan dengan perusahaan tempat bekerja.
Menurut Mutiara S. Panggabean Jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ada 4 Jenis, diantaranya :
  1. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atas kehendak sendiri (Voluntary turnover) hal ini terjadi jika karyawan yang memutuskan untuk berhenti dengan alasan pribadi.
  2. Pemberhentian Karyawan karena habis masa kontrak atau karena tidak dibutuhkan lagi oleh organisasi (Lay Off).
  3. Pemberhentian karena sudah mencapai umur  pensiun (Retirement). Saat berhenti biasanya antara usia 60 sampai 65 tahun.
  4. Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan atas kehendak pengusaha. Dalam hal ini pengusaha mmutuskan hubungan kerja dengan pekerja mungkin disebabkan adanya pengurangan aktivitas atau kelalian pegawai atau pelanggaran disiplin yang dilakukan pekerja.
            Dari beberpa sunber tersebut maka dapat disimpulkan bahwa jenis Pemberhentian hubungan kerja (PHK) adalah:
Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) Sementara.
     PHK sementara dapat disebabkan karena keinginan sendiri ataupun karena perusahaan dengan tujuan yang jelas.
Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) Permanen.
PHK permanen dapat disebabkan 4 hal, yaitu :
  1. Keinginan sendiri
  2. Kontrak yang Habis
  3. Pensiun
  4. Kehendak Perusahaan
2.5.          Mekanisme Dan Penyelesaian Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
1.       Mekanisme Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Karyawan, pengusaha dan pemerintah wajib untuk melakukan segala upaya untuk menghindari PHK. Apabila tidak ada kesepakatan antara pengusaha karyawan/serikatnya, PHK hanya dapat dilakukan oleh pengusaha setelah memperoleh penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI).
Selain karena pengunduran diri dan hal-hal tertentu dibawah ini, PHK harus dilakukan melalui penetapan Lembaga Penyelesaian Hubungan Industrial (LPPHI). Hal-hal tersebut adalah :
  1. Karyawan masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya.
  2. Karyawan mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali.
  3. Karyawan mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan.
  4. Karyawan meninggal dunia.
  5. Karyawan ditahan.
  6. Pengusaha tidak terbukti melakukan pelanggaran yang dituduhkan karyawan melakukan permohonan PHK.
Selama belum ada penetapan dari LPPHI, karyawan dan pengusaha harus tetap melaksanakan segala kewajibannya. Sambil menunggu penetapan, pengusaha dapat melakukan skorsing, dengan tetap membayar hak-hak karyawan.
2.     Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Perselisihan PHK termasuk kategori perselisihan hubungan industrial bersama perselisihan hak, perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat karyawan. Perselisihan PHK timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat antara karyawan dan pengusaha mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan salah satu pihak. Perselisihan PHK antara lain mengenai sah atau tidaknya alasan PHK, dan besaran kompensasi atas PHK.
3.     Penyelesaian Perselisihan PHK
Mekanisme perselisihan PHK beragam dan berjenjang.
1. Perundingan Bipartit
Perundingan Bipartit adalah forum perundingan dua kaki antar pengusaha dan karyawan atau serikat pekerja. Kedua belah pihak diharapkan dapat mencapai kesepakatan dalam penyelesaian masalah mereka, sebagai langkah awal dalam penyelesaian perselisihan.
Dalam perundingan ini, harus dibuat risalah yang ditandatangai para pihak. Isi risalah diatur dalam Pasal 6 Ayat 2 UU PPHI. Apabila tercapai kesepakatan maka Para pihak membuat Perjanjian Bersama yang mereka tandatangani. Kemudian Perjanjian Bersama ini didaftarkan pada PHI wilayah oleh para pihak ditempat Perjanjian Bersama dilakukan. Perlkunya menddaftarkan perjanjian bersama, ialah untuk menghindari kemungkinanslah satu pihak ingkar.Bila hal ini terjadi, pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi.
Apabila gagal dicapai kesepakatan, maka karyawan dan pengusaha mungkin harus menghadapi prosedur penyelesaian yang panjang melalui Perundingan Tripartit.
2. Perundingan Tripartit
Dalam pengaturan UUK, terdapat tiga forum penyelesaian yang dapat dipilih oleh para pihak:
3. Mediasi
Forum Mediasi difasilitasi oleh institusi ketenagakerjaan.Dinas tenagakerja kemudian menunjuk mediator. Mediator berusaha mendamaikan para pihak, agar tercipta kesepakatan antar keduanya. Dalam hal tercipta kesepakatan para pihak membuta perjanjian bersama dengan disaksikan oleh mediator. Bila tidak dicapai kesepakatan, mediator akan mengeluarkan anjuran.
4. Konsiliasi
Forum Konsiliasi dipimpin oleh konsiliator yang ditunjuk oleh para pihak. Seperti mediator, Konsiliator berusaha mendamaikan para pihak, agar tercipta kesepakatan antar keduanya.Bila tidak dicapai kesepakatan, Konsiliator juga mengeluarkan produk berupa anjuran.
5. Arbitrase
Lain dengan produk Mediasi dan Konsiliasi yang berupa anjuran dan tidak mengikat, putusan arbitrase mengikat para pihak. Satu-satunya langkah bagi pihak yang menolak putusan tersebut ialah permohonan Pembatalan ke Mahkamah Agung.Karena adanya kewajiban membayar arbiter, mekanisme arbitrase kurang populer.
6. Pengadilan Hubungan Industrial
Pihak yang menolak anjuran mediator/konsiliator, dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Pengadilan ini untuk pertamakalinya didirikan di tiap ibukota provinsi. Nantinya, PHI juga akan didirikan di tiap kabupaten/ kota. Tugas pengadilan ini antara lain mengadili perkara perselisihan hubungan industrial, termasuk perselisihan PHK, serta menerima permohonan dan melakukan eksekusi terhadap Perjanjian Bersama yang dilanggar.
Selain mengadili Perselisihan PHK, Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) mengadili jenis perselisihan lainnya: Perselisihan yang timbul akibat adanya perselisihan hak, perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat karyawan.
7. Kasasi (Mahkamah Agung)
Pihak yang menolak Putusan PHI soal Perselisihan PHK dapat langsung mengajukan kasasi (tidak melalui banding) atas perkara tersebut ke Mahkamah Agung, untuk diputus.
2.6.          Proses Dan Prosedur PHK
Permberhentian Hubungan Kerja (PHK) oleh perusahaan harus dilakukan dengan baik dan sesuai dengan regulasi pemerintah yang masih diberlakukan. Namun karena terkadang pemberhentian terkadang terjadi akibat konflik yang tak terselesaikan maka menurut Umar (2004) pemecatan secara terpaksa harus sesuai dengan prosedur sebagai berikut:
  1. Musyawarah karyawan dengan pimpinan perusahaan.
  2. Musyawarah pimpinan serikat buruh dengan pimpinan perusahaan.
  3. Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan dan wakil dari P4D.
  4. Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan dan wakil dari P4P.
  5. Pemutusan hubungan berdasarkan Keputusan Pengadilan Negeri.
Kemudian menurut Mutiara S. Panggabean Proses Pemberhentian hubungan kerja jika sudah tidak dapat dihindari maka cara yang diatur telah diatur dalam Undang-undang No.12 tahun 1964. Perusahaan yang ingin memutuskan hubungan kerja harus mendapatkan izin dari P4D (Panitia Penyelesaian Perburuhan Daerah) dan jika ingin memutuskan hubungan kerja dengan lebih dari sembilan karyawan maka harus dapat izin dari P4P (Panitia Penyelesaian Perburuhan Pusat) selama izin belum didapatkan maka perusahaan tidak dapat memutuskan hubungan kerja dengan karyawan dan harus menjalankan kewajibannya.
Namun sebelum pemberhentian hubungan kerja harus berusaha untuk meningkatkan efisiensi dengan:
  1. Mengurangi shift kerja
  2. Menghapuskan kerja lembur
  3. Mengurangi jam kerja
  4. Mempercepat pension
  5. Meliburkan atau merumahkan karyawan secara bergilir untuk sementara
  1. Konsekwensi Pemutusan Hubungan Kerja
Konsekwensi dapat juga diartikan sebagai Kerugian, maka menurut balkin, Mejia dan Cardy (1995:231) terdiri atas hal-hal berikut:
  1. Biaya recruitment, meliputi :
    1. Mengiklankan lowongan kerja
    2. Menggunakan karyawan recruitment yang professional sehingga banyak yang melamar untuk bekerja.
    3. Untuk mengisi jabatan eksekutif yang tinggi secara teknologi diperlukan perusahaan pencarai yang umumnya menggunakan 30% dari gaji tahunan karyawan.
    4. Biaya Seleksi, melliputi :
      1. Biaya interview dengan pelamar pekerjaan.
      2. Biaya testing/psikotes
      3. Biaya untuk memeriksa ulang referensi
      4. Biaya penempatan
      5. Biaya Pelatihan, meliputi :
        1. Orientasi terhadap nilai dan budaya perusahaan
        2. Biaya training secara langsung
        3. Waktu untuk memberikan training
        4. Kehilangan produktivitas pada saat training
        5. Biaya Pemutusan hubungan kerja, meliputi :
          1. Pesangon untuk karyawan yang diberhentikan sementara tanpa kesalahan
          2. Karyawan tetap mendapatkan tunjangan kesehatan  sampai mendapatkan pekerjaan baru.
          3. Biaya asuransi bagi karyawan yang di PHK namun belum bekerja lagi.
          4. Wawancara pemberhentian dengan tujuan untuk mencari alasan mengapa tenaga kerja meninggalkan perusahaan.
          5. Bantuan penempatan merupakan program diamana perusahaan membantu karyawan mendapatkan pekerjaan baru lebih cepat dengan memberikan training pekerjaan
          6. Posisi yang kosong akan mengurangi keluaran atau kualitas jasa klien perusahaan atau pelanggan.
Pemerintah tidak mengharapkan perusahaan melakukan PHK tercantun dalam Pasal 153 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Thaun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang menyatakan pengusaha dilarang melakukan PHK dengan alasan :
  1. Pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus
  2. Pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya Karena memenuhi kewajiban terhadap Negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku
  3. Pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya
  4. Pekerja/buruh menikah
  5. Pekerja/burh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya.
  6. Pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkakwinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam 1 perusahaan, kecali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau PKB.
  7. Pekeerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh melakukan kegiatan serikat/pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau PKB.
  8. Pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan
  9. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik atau status perkawinan.
  10. Pekerja. Buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibar kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penembuhannya belum dapat dipastikan .
2.7.           Kompensasi PHK
Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon (UP) dan atau uang penghargaan masa kerja (UPMK) dan uang penggantian hak (UPH) yang seharusnya diterima.UP, UPMK, dan UPH dihitung berdasarkan upah karyawan dan masa kerjanya.
1. Perhitungan Uang Pesangon (UP) paling sedikit sebagai berikut :
Masa Kerja Uang Pesangon
  • Masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 (satu) bulan upah.
  • Masa kerja 1 – 2 tahun, 2 (dua) bulan upah.
  • Masa kerja 2 – 3 tahun, 3 (tiga) bulan upah.
  • Masa kerja 3 – 4 tahun 4 (empat) bulan upah.
  • Masa kerja 4 – 5 tahun 5 (lima) bulan upah.
  • Masa kerja 5 – 6 tahun 6 (enam) bulan upah.
  • Masa kerja 6 – 7 tahun 7 (tujuh) bulan upah.
  • Masa kerja 7 – 8 tahun 8 (delapan) bulan upah.
  • Masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.
2. Perhitungan uang penghargaan masa kerja (UPMK) ditetapkan sebagai berikut :
Masa Kerja UPMK
  • Masa kerja 3 – 6 tahun 2 (dua) bulan upah.
  • Masa kerja 6 – 9 tahun 3 (tiga) bulan upah.
  • Masa kerja 9 – 12 tahun 4 (empat) bulan upah.
  • Masa kerja 12 – 15 tahun 5 (lima) bulan upah.
  • Masa kerja 15 – 18 tahun 6 (enam) bulan upah.
  • Masa kerja 18 – 21 tahun 7 (tujuh) bulan upah.
  • Masa kerja 21 – 24 tahun 8 (delapan) bulan upah.
  • Masa kerja 24 tahun atau lebih 10 bulan upah.
3. Uang penggantian hak yang seharusnya diterima (UPH) meliputi :
  1.  
    1. Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur.
    2. Biaya atau ongkos pulang untuk karyawan/buruh dan keluarganya ketempat dimana karyawan/buruh diterima bekerja.
    3. Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat.
    4. Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.






BAB III
PENUTUP
3.1.    Kesimpulan
Maka dari pembahasan diatas kita dapat menyimpulkan bahwa pemutusan hubungan kerja (PHK)  merupakan dinamika dalam sebuah organisasi perusahaan. Dan jika pandangan mengenai PHK itu negative maka itu kurang tepat karna PHK merupakan proses yang akan dialami semua karyawan misalnya dengan pensiun atau kematian. Maka dari itu pemutusan hubungan kerja dibagi kedalam dua bagian yaitu :
  1. Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) Sementara.
     PHK sementara dapat disebabkan karena keinginan sendiri ataupun karena perusahaan dengan tujuan yang jelas.
  1. Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) Permanen.
PHK permanen dapat disebabkan 4 hal, yaitu :
  1. Keinginan sendiri
  2. Kontrak yang Habis
  3. Pensiun
Kemudian perusahaan setelah pemutusan hubungan kerja tidak langsung lepas tangan namun masih ada yang harus di berikan perusahaan kepada karyawan yaitu berupa uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja. Diman pemberian uang pesangaon dan uang penghargaan masa kerja disesuaikan dengan seberapa lama karyawan itu bekerja untuk perusahaan..
3.2.     Saran
Adapun saran yang dapat kami sampaikan dalam makalah ini, hendaknya dalam pemutusan hubungan kerja harus sesuai dengan undang undang yang berlaku agar tidak ada perselisihan dan tidak ada pihak yang merasa di rugikan.







0 komentar:

Popular Posts

Recent Posts

Unordered List

Text Widget

Kirimkan kesan pesan dan redaksi
ke ryantoex@gmail.com
Ryantoex@gmail.com. Powered by Blogger.

Total Pageviews

Search This Blog

Admin

Definition List