INTERVENSI KRISIS PHK
DI SUSUN OLEH
EKO RIYANTO
NBP 12891011720
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Intervensi krisis merupakan suatu intervensi ringkas yang terfokus
pada upaya memobilisir kekuatan-kekuatan dan sumber-sumber klien untuk
mengatasi suatu situasi krisis dan memperbaiki tingkat penanggulangan,
kepercayaan dan pemecahan masalah. Menurut Eaton dan Roberts (2009, halaman
207), suatu krisis dapat ditimbulkan oleh setiap peristiwa yang sangat
menekan atau traumatik, seperti yang
dirasakan oleh klien, dimana individu tidak memiliki kekuatan – kekuatan ego
atau mengatasi kemampuan – kemampuan untuk secara efektif menghadapi masalah yang
ada sekarang ini.
Intervensi krisis didasarkan
atas teori krisis yang berbunyi bahwa individu – individu memiliki
mekanisme – mekanisme penanggulangan untuk menghadapi peristiwa – peristiwa
yang menekan, namun dalam beberapa situasi, peristiwa – peristiwa tersebut
merentangkan individu – individu diluar kemampuan – kemampuan penanggulangan
normal mereka dan melemparkannya ke dalam suatu kesimpulan ketakseimbangan.
Bila strategi – strategi dan mekanisme penanggulangan dari individu – individu
itu gagal menyebut peristiwa tersebut dan kekuatan – kekuatan serta sumber –
sumbernya tak cukup memadai untuk menghadapi peristiwa tersebut, maka individu
– individu merasa situasi itu sebagai suatu krisis. Sasaran dari
intervensi krisis itu adalah untuk membahas krisis itu dengan strategi –
strategi penanggulangan, membantu individu – individu memperbaiki tingkat
penanggulangan, kepercayaan dan pemecahan masalah mereka dan memungkinkan
individu – individu untuk menarik kekuatan – kekuatan baru yang
teridentifikasi, sumber – sumber dan mekanisme – mekanisme penanggulangan bila
menghadapi penekan – penekan di masa depan.
Walaupun pengalaman krisis itu mungkin
saja traumatik bagi individu – individu, maka pengalaman ini dapat berlaku
sebagai kesempatan untuk pertumbuhan dan perkembangan (2005). Intervensi krisis
itu tepat untuk pekerjaan dengan individu – individu, keluarga – keluarga
dan/atau komunitas – komunitas yang dengan segera mengikuti suatu situasi
krisis dan dalam jangka pendek dalam sifat dasarnya, berakhir hanya antara satu
sampai enam minggu. Badan –
badan profesional yang berintervensi/campurtangan dalam situasi – situasi
krisis melekat pada model – model intervensi krisis yang berbeda, namun
dalam pekerjaan sosial, kesehatan mental dan profesi – profesi
penyuluhan, model tujuh tahap dari Roberts (1991) adalah model
intervensi krisis yang paling luas diakui dan dimanfaatkan. Disini saya
akan membahas intervensi krisis tentang pemutusan hubungan kerja
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan PHK?
2.
Bagaimana asal mula PHK?
3. Bagaimana cara mengatasi PHK?
C.
Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pengertian krisis dan intervensi krisis, apa karakteristik dari krisis, bagaimana asal mula dari intervensi krisis, tujuan dari intervensi krisis, prinsip dari intervensi krisis, sifat dari intervensi krisis,
tahap intervensi krisis, kelebihan dan kelemahan intervensi krisis serta dan
peran pekerjaan sosial dalam intervensi krisis.
D. Pembahasan
1. Pemutusan
Hubungan Kerja
Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan
kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan
kewajiban antara pekerja dan pengusaha.
Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja
jika:
- Pekerja melanggar ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja dan/atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama dan pekerja yang bersangkutan telah diberikan tiga surat peringatan, masing-masing dikeluarkan dalam jangka waktu enam bulan dari peringatan sebelumnya secara berturut-turut;
- Pengusaha melakukan perubahan status, penggabungan, atau peleburan perusahaan, dan pengusaha tidak bersedia menerima pekerja tersebut kedalam perusahaan dengan status yang baru;
- Perusahaan tutup karena mengalami kerugian secara terus-menerus selama 2 tahun atau keadaan memaksa (force majeur);
- Perusahaan pailit;
- Pekerja meninggal dunia
- Pekerja memasuki usia pensiun;
- Pekerja mangkir selama lima hari kerja berturut-turut tanpa keterangan tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah telah dipanggil oleh pengusaha dua kali secara patut dan tertulis; atau
- Pekerja melakukan kesalahan berat dan telah tetapkan dalam putusan hakim pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Pekerja dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan
kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial jika
pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut:
- menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja;
- membujuk dan/atau menyuruh pekerja untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
- tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3
- bulan berturut-turut atau lebih;
- tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja;
- memerintahkan pekerja untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan; atau
- memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan pekerja sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja.
Pekerja dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan
kerja jika pekerja mengalami sakit berkepanjangan, mengalami cacat akibat
kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas
12 bulan.
REFERENSI HUKUM:
- UU KETENAGAKERJAAN NO. 13 TAHUN 2003, PASAL 161-172;
- PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 012/PUU-I/2003 TAHUN 2004 (MENGUBAH UU KETENAGAKERJAAN NO. 13 TAHUN 2003 TAHUN 2004, PASAL 158-160, 170-171, 186);
- PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 37/PUU-IX/2011 TAHUN 2012 (MENGUBAH UU KETENAGAKERJAAN NO. 13 TAHUN 2003, PASAL 155(2));
- SURAT EDARAN MENAKERTRANS NO. SE-13/MEN/SJ-HK/I/2005.
2. Alasan yang dilarang untuk
melakukan Pemutusan Hubungan Kerja
Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja
dengan alasan:
- Pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui dua belas bulan secara terus-menerus;
- Pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
- Pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
- Pekerja menikah;
- Pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;
- Pekerja mempunyai pertalian darah atau ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama;
- Pekerja mendirikan, menjadi anggota atau pengurus serikat pekerja, melakukan kegiatan serikat pekerja di luar jam kerja atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja;
- Pekerja mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;
- Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;
- Pekerja dalam keadaan disabilitas tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.
REFERENSI HUKUM:
- UU KETENAGAKERJAAN NO. 13 TAHUN 2003, PASAL 153.
3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja
Pekerja harus diberi kesempatan untuk membela diri
sebelum hubungan kerjanya diputus. Pengusaha harus melakukan segala upaya untuk
menghindari memutuskan hubungan kerja.
Pengusaha dan pekerja beserta serikat pekerja
menegosiasikan pemutusan hubungan kerja tersebut dan mengusahakan agar tidak
terjadi pemutusan hubungan kerja.
Jika perundingan benar-benar tidak menghasilkan
kesepakatan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja
setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial. Penetapan ini tidak diperlukan jika pekerja yang sedang dalam masa
percobaan bilamana telah dipersyaratkan secara tertulis, pekerja meminta untuk
mengundurkan diri tanpa ada indikasi adanya tekanan atau intimidasi dari
pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja dengan
waktu tertentu yang pertama, pekerja mencapai usia pensiun, dan jika pekerja
meninggal dunia.
Pengusaha harus mempekerjakan kembali atau memberi
kompensasi kepada pekerja yang alasan pemutusan hubungan kerjanya ternyata
ditemukan tidak adil.
Jika pengusaha ingin mengurangi jumlah pekerja oleh
karena perubahan dalam operasi, pengusaha pertama harus berusaha
merundingkannya dengan pekerja atau serikat pekerja. Jika perundingan tidak
menghasilkan kesepakatan, maka baik pengusaha maupun serikat pekerja dapat
mengajukan perselisihan tersebut kepada lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial.
REFERENSI HUKUM:
- UU KETENAGAKERJAAN NO. 13 TAHUN 2003, PASAL 136, 151, 154;
- UU PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL NO. 2 TAHUN 2004, PASAL 1-5;
- PERATURAN MENAKERTRANS NO. PER.31/MEN/XII/2008.
4. Uang Pesangon dan Uang Penghargaan Masa Kerja
Besaran uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja
meningkat sejalan dengan lamanya masa kerja seseorang di perusahaan.
Upah sebulan pekerja dihitung berdasarkan upah pokok
ditambah seluruh tunjangan tetap.
Uang Pesangon
Masa Kerja
|
Besaran Uang Pesangon
|
Kurang
dari 1 tahun
|
1 bulan
upah
|
1 tahun
atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun
|
2 bulan
upah
|
2 tahun
atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun
|
3 bulan
upah
|
3 tahun
atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun
|
4 bulan
upah
|
4 tahun
atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun
|
5 bulan
upah
|
5 tahun
atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun
|
6 bulan
upah
|
6 tahun
atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun
|
7 bulan
upah
|
7 tahun
atau lebih tetapi kurang dari 8 tahun
|
8 bulan
upah
|
8 tahun
atau lebih
|
9 bulan
upah
|
Uang Penghargaan Masa Kerja
Masa Kerja
|
Besaran Uang Penghargaan Masa Kerja
|
Kurang
dari 3 tahun
|
-
|
3 tahun
atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun
|
2 bulan
upah
|
6 tahun
atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun
|
3 bulan
upah
|
9 tahun
atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun
|
4 bulan
upah
|
12 tahun
atau lebih tetapi kurang dari 15 tahun
|
5 bulan
upah
|
15 tahun
atau lebih tetapi kurang dari 18 tahun
|
6 bulan
upah
|
18 tahun
atau lebih tetapi kurang dari 21 tahun
|
7 bulan
upah
|
21 tahun
atau lebih tetapi kurang dari 24 tahun
|
8 bulan
upah
|
24 tahun
atau lebih
|
10 bulan
upah
|
REFERENSI HUKUM:
- UU KETENAGAKERJAAN NO. 13 TAHUN 2003, PASAL 156-7, 162-8, 172.
5. Ilustrasi
masalah
JAKARTA - Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) menyatakan dari 25 Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) yang ada
di Indonesia hanya 17 DPLK yang menjalankan dana pengelolaan pesangon. Padahal,
pengelolaan dana pesangon sangat penting bagi pekerja dan pemberi kerja.
Direktur Pengawasan Dana Pensiun OJK, Heru Juwanto mengatakan, dana pesangon ini wajib diberikan kepada karyawan oleh perusahaan atas imbal jasa yang telah dilakukan karyawan. Menurutnya, aturan ini dan hal ini sudah tertuang dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2003
"Pemicunya dana pesangon itu wajib ketika ada kasus terutama di 2002, dengan perusahaan Nike. Saat itu ada kebangkrutan, penghentian produksi/usaha," ungkap Heru di Graha Niaga, Jakarta, Kamis (26/9/2013).
Heru menambahkan, ketika perusahaan tersebut bangkrut, maka Nike tidak mampu membayar pesangon karyawan. Selain itu, Nike juga kabur dari Indonesia, dan menyebabkan karyawan melakukan demo untuk menuntut dana pesangon untuk dibayarkan.
"Akhirnya mereka tidak memenuhi pembayaran pesangon kepada pegawainya. Meninggalkan begitu saja, dan pegawainya hanya bisa demo, dan tidak ada yang bertanggung jawab atas kerja mereka," jelas dia.
"Sebenarnya masih banyak contoh, makanya saat itu bagaimana Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta DPR membuat Undang-Undang untuk wajibkan perusahaan berikan pesangon kepada karyawan," tandasnya.
Direktur Pengawasan Dana Pensiun OJK, Heru Juwanto mengatakan, dana pesangon ini wajib diberikan kepada karyawan oleh perusahaan atas imbal jasa yang telah dilakukan karyawan. Menurutnya, aturan ini dan hal ini sudah tertuang dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2003
"Pemicunya dana pesangon itu wajib ketika ada kasus terutama di 2002, dengan perusahaan Nike. Saat itu ada kebangkrutan, penghentian produksi/usaha," ungkap Heru di Graha Niaga, Jakarta, Kamis (26/9/2013).
Heru menambahkan, ketika perusahaan tersebut bangkrut, maka Nike tidak mampu membayar pesangon karyawan. Selain itu, Nike juga kabur dari Indonesia, dan menyebabkan karyawan melakukan demo untuk menuntut dana pesangon untuk dibayarkan.
"Akhirnya mereka tidak memenuhi pembayaran pesangon kepada pegawainya. Meninggalkan begitu saja, dan pegawainya hanya bisa demo, dan tidak ada yang bertanggung jawab atas kerja mereka," jelas dia.
"Sebenarnya masih banyak contoh, makanya saat itu bagaimana Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta DPR membuat Undang-Undang untuk wajibkan perusahaan berikan pesangon kepada karyawan," tandasnya.
Jember |
kabar3
Dinas Tenaga
Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Jember, Jawa Timur (Jatim),
mengatakan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan penutupan pabrik PT HM Sampoerna
di kabupaten itu sudah memenuhi prosedur.
"Alasannya
pemilik bangkrut karena produknya tidak laku dijual dan tidak ada yang salah
secara undang-undang terkait dengan penutupan pabrik sigaret kretek tangan
(SKT) di Garahan, Kecamatan Silo, tersebut," kata Kepala Disnakertrans
Jember, Ahmad Hariyadi, saat dihubungi per telepon di Jember, Sabtu (17/5).
Menurut dia,
PHK yang dilakukan PT HM Sampoerna juga sudah sesuai dengan UU tentang
Ketenagakerjaan dan pesangon yang diberikan bahkan lebih besar dari ketentuan
di undang-undang tersebut. "Karyawan yang bekerja setahun seharusnya
mendapatkan pesangon satu kali gaji, namun dalam kasus ini karyawan diberikan
pesangon hingga enam kali gaji dan karyawan magang diberikan satu kali
gaji," ujar dia.
Ketua Komisi
D DPRD Jember, Ayub Junaidi, meminta kepada pihak perusahaan untuk memenuhi dan
menyelesaikan hak-hak karyawan yang di PHK dan Disnakertrans harus mengawal
proses tersebut. "Kami meminta kepada pihak perusahaan untuk memenuhi dan
menyelesaikan hak-hak karyawan, sehingga tidak ditinggalkan begitu saja dan
hak-haknya harus dipenuhi," ucap politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
itu.
Menurut dia,
DPRD meminta kepada Pemkab Jember melalui Bupati dan Disnakertrans Jember untuk
mengawal pemberian hak-hak tersebut kepada para karyawan, sehingga tidak ada
karyawan yang telantar akibat kasus PHK massal tersebut.
Terkait
dengan penutupan pabrik itu, lanjut dia, sebenarnya bukan hanya karyawan yang
dirugikan, namun hal tersebut juga berdampak pada perekonomian di sekitar
kawasan pabrik karena pembangunan pabrik rokok Sampoerna sempat menumbuhkan
perekonomian di sektor lainnya.
PT HM
Sampoerna akan menghentikan kegiatan produksi pabrik sigaret kretek tangan yang
berlokasi di Jember dan Lumajang, Jawa Timur, sehingga 4.900 karyawan
perusahaan rokok terbesar itu terkena PHK dan terhitung sejak 31 Mei 2014.
6.
Cara mengatasi PHK
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bukan berarti kiamat,
melainkan kesempatan untuk memulai karier dan kehidupan baru. Dengan tetap
realistis, optimis dan kemauan bekerja keras, tak sulit merebut pasaran kerja
kembali.
Ada beberapa
langkah untuk mengatasi PHK antara
lain:
1.
Kenali kelima tahap emosional yang sedang dialami.
Mulai dari shock, penolakan dan ketidakpercayaan,
ketakutan dan kecemasan, menyalahkan, penerimaan dan pencarian, sampai akhirnya
muncul komitmen.
2.
Tetapkan jadwal istirahat
Lepaskan ketegangan. Bisa dengan tidur, mengatur
napas, mendengarkan musik, mengkonsumsi makanan sehat, mengurangi alkohol.
3. Lakukan
sharing
Diskusikan keinginan, ketakutan dan rencana bersama
anggota keluarga atau teman dekat. Atau bergabung dengan orang-orang yang
sedang menghadapi tantangan yang sama. Pertemuan berkala akan mereduksi rasa
takut, memacu gagasan, memperkokoh jaringan kerja dan memberikan umpan balik
positif. Jika perlu, hubungi konselor yang berpengalaman.
4.
Periksa kondisi keuangan
Anggaran rumah tangga harus bisa mencukupi belanja
sehari-hari, termasuk anggaran untuk mencari pekerjaan baru. Lakukan
penghematan di mana perlu.
5.
Jadwalkan waktu untuk berpikir dan merenung
Apa yang akan dikerjakan. Cari kesunyian, nikmati
alam, lakukan meditasi.
6.
Terima kenyataan
Terimalah kenyataan bahwa Anda telah di PHK. Jangan
menipu diri, teman atau keluarga.
7.
Hiduplah untuk hari ini
Jangan mengumbar kecemasan yang tak perlu. Atasi
masalah satu persatu. Bersiaplah kembali meniti karier.
8. Atur
karier kedepan
Lakukan sesuatu sebelum terjadi PHK. punya pilihan,
ambil kontrol diri, dan kembangkan kekuatan dalam. Ganti pandangan. Anda
bukanlah korban tetapi pribadi yang punya kekuatan. Jangan melihat PHK sebagai
masalah, tetapi lihatlah sebagai tantangan.
9.
Perdalam kemampuan dalam mengambil keputusan dan pertajam ketrampilan dalam
mencari lowongan kerja.
Kita harus
memutuskan mau berkarier di mana dan bagaimana cara menggapainya.
10. Pertimbangkan untuk
berwirausaha
Jika memungkinkan cari penghasilan dengan berwirausaha.
Jika berhasil, kita akan turut berpartisipasi dalam membuka lowongan kerja baru.
Bahkan tidak lagi sebagai karyawan tetapi sebagai bos.
Singkat kata, kalau terkena PHK, ada baiknya tetap
berpikir positif. Membaca buku yang menggugah inspirasi, bergaul dengan
orang-orang optimis, niscaya akan membantu Anda tetap optimis pula. Semoga
bermanfaat. Salam sukses dari Roemah Prestasi.
ATAU YANG LENGKAP INI
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Sering kita mendengar mengenai karyawan, dimana
karyawan adalah anggota dari sebuah organisasi peruasaan/lembaga yang
bekerja dalam mencapai tujuan tertentu. Ada yang bekerja di lembaga
kepemerintahan dan ada pula yang di lembaga swasta. Bagi mereka yang bekerja di
lembaga kepemerintahan bias kita sebut sebagai Pegawai Negri Sipil (PNS) yang
mereka bekerja untuk Negara dan di gajih pula oleh Negara dan diatur pula oleh
aturan pemerintah. Kemudian ada yang bekerja di lembaga suasta dimana mereka di
pekerjakan oleh perusahaan atau lembaga suata diman merka di atur oleh
perusahaan dan oleh pemerintah.
Dalam mencapai tujuannya perusahaan sangat di
pengaruhi oleh yang namanya karyawan. Dalam proses tersebut ada beberapa hal
yang harus di perhatikan salah satunya adalah Pemutusan hubungan kerja (PHK).
Di Indonesia sendiri Pemutusan hubungan kerja ini di atur dalam undang – undang
ketenaga kerjaan yaitu dalam UU RI No.13 Tahun 2003, dimana disini di jelaskan
aturan - aturan mengenai pemutusan hubungan kerja.
Di Negara ini pun pernah terjadi PHK secara besar –
besaran dimana pada waktu itu terjadi krisis moneter, yang mengakibatkan
perusahaan tidak sanggup lagi menggaji karyawannya. Langkah ini terpakas di
lakukan sebagai solusi dari perusahaan karna mengalami kerugian yang cukup
besar. Sementara perusahaan harus memenuhi kewajibannya untuk mnggaji karyawan.
Dan pada waktu itu PHK menjadi momok besar yang sangat
menakutkan. Para karyawan cemas akan nasibnya yang akan di berhentikan dari
pekerjaanya. Hingga saat ini PHK menjadi pemikiran yang negatif karna di anggap
sebagai pemecatan. Padahal PHK bukan itu tapi ini merupakan proses dari sebuah
keberlangsungan perusahaan. Dan akan dibahas lebih jelasnya dalam pembahasan
makalah ini.
1.2.
Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini
adalah :
- Apa definisi dari PHK ?
- Apa fungsi dan tujuan dari PHK ?
- Jelaskan jenis – jenis dari PHK !
- Jelaskan mekanisme dan penyelesaian PHK !
- Dan bagai mana mekanisme dan apa penyebab terjadinya PHK di SMK Muhammadiyah 1 Kuningan?
1.3.
Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah :
- Mengetahui definisi dari Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK ) .
- Mengetahui fungsi dan tujuan pemutusan hubungan kerja ( PHK ) .
- Mengetahui jenis – jenis dan prinsip – prinsip dari Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK ) .
- Mengetahui mekanisme pemberian PHK kepada karyawan dan cara penyelesaian perselisihan yang akan timbul setelah Pemutusan hubungan kerja dilakukan .
- Mengetahui bentuk dari pemberian kompensasi kepada karyawan yang mendapatkan pemutusan hubungan kerja dari lembaga swasta .
- Mengetahui mekanisme dan penyebab terjadinya PHK di SMK Muhammadiyah 1 Kuningan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) memiliki berbagai
pengertian, diantaranya :
1.
Menurut Mutiara S. Panggabean
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) merupakan pengakhiran
hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha yang dapat disebabkan oleh berbagai
macam alasan, sehingga berakhir pula hak dan kewajiban di antara mereka.
2.
Menurut Malayu S.P. Hasibuan
Pemberhentian adalah fungsi operatif terakhir
manajemen sumberdaya manusia.Dan istilah ini mempunyai sinonim dengan
separation, pemisahan atau pemutusan hubungan kerja (PHK).
3.
Menurut Sondang P. Siagian
Pemutusan hubungan kerja adalah ketika ikatan formal
antara organisasi selaku pemakai tenaga kerja dan karyawannya terputus.
4.
Menurut Suwatno
Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan
kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan
kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.
5.
Menurut UU RI No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 ayat 25
Pemutusan hubungan kerja (PHK) adalah pengakhiran
hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan
kewajiban antara pekerja atau buruh dan pengusaha.
Maka dengan ini dapat disimpulkan bahwa Pemutusan
Hubungan kerja (PHK) yang juga dapat disebut dengan Pemberhentian, Separation
atau Pemisahan memiliki pengertian sebagai sebuah pengakhiran hubungan kerja
dengan alasan tertentu yang mengakibatkan berakhir hak dan kewajiban pekerja
dan perusahaan.
2.2.
Fungsi Dan Tujuan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Fungsi Pemutusan Hubungan Kerja dilakukan adalah
sebagaio berikut:
- Mengurangi biaya tenaga kerja
- Menggantikan kinerja yang buruk. Bagian integral dari manajemen adalah mengidentifikasi kinerja yang buruk dan membantu meningkatkan kinerjanya.
- Meningkatkan inovasi. PHK meningkatkan kesempatan untuk memperoleh keuntungan , yaitu :
- Pemberian penghargaan melalui promosi atas kinerja individual yang tinggi.
- Menciptakan kesempatan untuk level posisi yang baru masuk
- Tenaga kerja dipromosikan untuk mengisi lowongan kerja sebgai sumber daya yang dapat memberikan inovasi/menawarkan pandangan baru.
- Kesempatan untuk perbedaan yang lebih besar. Meningkatkan kesempatan untuk mempekerjakan karyawan dari latar belakang yang berbeda-beda dan mendistribusikan ulang komposisi budaya dan jenis kelamin tenaga kerja.
Tujuan Pemutusan Hubungan Kerja memiliki kaitan yang
erat dengan alasan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), namun tujuan lebih
menitikberatkan pada jalannya perusahaan (pihak pengusaha). Maka tujuan PHK
diantaranya:
- Perusahaan/ pengusaha bertanggung jawab terhadap jalannya perusahaan dengan baik dan efektif salah satunya dengan PHK.
- Pengurangan buruh dapat diakibatkan karena faktor dari luar seperti kesulitan penjualan dan mendapatkan kredit, tidak adanya pesanan, tidak adanya bahan baku produktif, menurunnya permintaan, kekurangan bahan bakar atau listrik, kebijaksanaan pemerintah dan meningkatnya persaingan.
Tujuan lain pemberhentian yakni agar dapat mencapai
sasaran seperti yang diharapkan dan tidak menimbulkan masalah baru dengan
memperhatikan tiga faktor penting, yaitu faktor kontradiktif, faktor kebutuhan,
dan faktor sosial.
2.3.
Prinsip – Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Prinsip-prinsip dalam pemutusan hubungan kerja adalah
mengenai alasan dan mekanisme pemutusan hubungan kerja.
Maka alasan pemutusan hubungna kerja (PHK) antara lain
sebagai berikut:
1. Undang-Undang
Undang-undang dapat menyebabkan seseorang harus
berhenti seperti karyawan WNA yang sudah habis izinnya.
2. Keinginan Perusahaan
Perusahaan dapat memberhentikan karyawan secara hormat
ataupun tidak apabila karyawan melakukan kesalahan besar
3. Keinginan karyawan
Buruh dapat memutuskan hubungan kerja sewaktu-waktu
karena alasan mendesak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
4. Pensiun
Ketika seseorang telah mencapai batas usia tertentu
sesuai dengan peraturan perusahaan yang disepakati.
5. Kontrak kerja berakhir
6. Kesehatan karyawan
Kesehatan karyawan dapat dijadikan alasan
pemberhentian karyawan. Ini bisa berdasarkan keinginan perusahaan atau
keinginan karyawan yang juga telah diatur berdasarkan perundang-undangan
ketenagakerjaan yang berlaku.
7. Meninggal dunia
8. Perusahaan dilikuidisasi
9. Karyawan dilepas jika perusahaan dilikuidisasi atau
ditutup karena bangkrut.
2.4.
Jenis – Jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Menurut Mangkuprawira Pemutusan Hubungan kerja
(PHK) ada 2 Jenis, yaitu pemutusan hubungan kerja sementara dan pemutusan
hubungan kerja permanen.
- Pemutusan Hubungan Kerja Sementara, yaitu sementara tidak bekerja dan pemberhentian sementara.
- Sementara tidak bekerja
Terkadang para karyawan butuh untuk meningglakan
pekerjaan mereka sementara. Alasannya bermacam-macam dapat berupa kesehatan,
keluarga, melanjutkan pendidikan rekreasi dan lain sebagainya. Keadaan ini
disebut juga dengan cutipendek atau cuti panjang namun karyawan tersebut masih
memiliki ikatan dengan perusahaan dan memiliki aturan masing-masing.
- Pemberhentian sementara
Berbeda dengan sementara tidak bekerja pembertihan
sementara memiliki alasan internal perusahaan, yaitu karena alasan ekonomi dan
bisnis, misalnya kondisi moneter dan krisis ekonomi menyebabkan perusahaan
mengalami chaos atau karena siklus bisnis. Pemberhentian sementara dapat
meminimumkan di beberapa perusahaan melalui perencanaan sumber daya manusia
yang hati-hati dan teliti.
- Pemutusan Hubungan Kerja Permanen, ada tiga jenis yaitu atrisi, terminasi dan kematian.
- Atrisi atau pemberhentian tetap seseorang dari perusahaan secara tetap karena alasan pengunduran diri, pensiun, atau meninggal. Fenomena ini diawali oleh pekerja individual, bukan oleh perusahaan. Dalam perencanaan sumber daya manusia, perusahaan lebih menekannkan pada atrisi daripada pemberhentian sementara karena proses perencanaan ini mencoba memproyeksikan kebutuhan karyawan di masa depan.
- Terminasi adalah istilah luas yang mencakup perpisahan permanen karyawan dari perusahaan karena alasan tertentu. Biasnya istilah ini mengandung arti orang yang dipecat dari perusahaan karena faktor kedisiplinan. Ketika orang dipecat karena alasan bisnis dan ekonomi. Untuk mengurangi terminasi karena kinerja yang buruk maka pelatihan dan pengembangan karyawan merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh karena dapat mengajari karyawan bagaimana dapat bekerja dengan sukses.
Menurut Sedarmayanti Jenis Pemberhentian Hubungan
Kerja (PHK) ada 2 jenis, yaitu :
- Permberhentian Sementara biasanya terjadi pada karyawan tidak tetap yang hubungan kerjanya bersifat tidak tetap, perusahaan yang bergerak pada produk musiman, Karyawan yang dikenakan tahanan sementara oleh yang berwajibkarena disangkatelah berbuat tindak pidana kejahatan.
- Pemberhentian Permanen sering disebut pemberhentian, yaitu terputusnya ikatan kerja antara karyawan dengan perusahaan tempat bekerja.
Menurut Mutiara S. Panggabean Jenis Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) ada 4 Jenis, diantaranya :
- Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atas kehendak sendiri (Voluntary turnover) hal ini terjadi jika karyawan yang memutuskan untuk berhenti dengan alasan pribadi.
- Pemberhentian Karyawan karena habis masa kontrak atau karena tidak dibutuhkan lagi oleh organisasi (Lay Off).
- Pemberhentian karena sudah mencapai umur pensiun (Retirement). Saat berhenti biasanya antara usia 60 sampai 65 tahun.
- Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan atas kehendak pengusaha. Dalam hal ini pengusaha mmutuskan hubungan kerja dengan pekerja mungkin disebabkan adanya pengurangan aktivitas atau kelalian pegawai atau pelanggaran disiplin yang dilakukan pekerja.
Dari beberpa sunber tersebut maka dapat disimpulkan bahwa jenis Pemberhentian
hubungan kerja (PHK) adalah:
Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) Sementara.
PHK sementara dapat
disebabkan karena keinginan sendiri ataupun karena perusahaan dengan tujuan
yang jelas.
Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) Permanen.
PHK permanen dapat disebabkan 4 hal, yaitu :
- Keinginan sendiri
- Kontrak yang Habis
- Pensiun
- Kehendak Perusahaan
2.5.
Mekanisme Dan Penyelesaian Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
1. Mekanisme
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Karyawan, pengusaha dan pemerintah wajib untuk
melakukan segala upaya untuk menghindari PHK. Apabila tidak ada kesepakatan
antara pengusaha karyawan/serikatnya, PHK hanya dapat dilakukan oleh pengusaha
setelah memperoleh penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial (LPPHI).
Selain karena pengunduran diri dan hal-hal tertentu
dibawah ini, PHK harus dilakukan melalui penetapan Lembaga Penyelesaian
Hubungan Industrial (LPPHI). Hal-hal tersebut adalah :
- Karyawan masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya.
- Karyawan mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali.
- Karyawan mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan.
- Karyawan meninggal dunia.
- Karyawan ditahan.
- Pengusaha tidak terbukti melakukan pelanggaran yang dituduhkan karyawan melakukan permohonan PHK.
Selama belum ada penetapan dari LPPHI, karyawan dan
pengusaha harus tetap melaksanakan segala kewajibannya. Sambil menunggu
penetapan, pengusaha dapat melakukan skorsing, dengan tetap membayar hak-hak
karyawan.
2. Perselisihan Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK)
Perselisihan PHK termasuk kategori perselisihan
hubungan industrial bersama perselisihan hak, perselisihan kepentingan dan
perselisihan antar serikat karyawan. Perselisihan PHK timbul karena tidak
adanya kesesuaian pendapat antara karyawan dan pengusaha mengenai pengakhiran
hubungan kerja yang dilakukan salah satu pihak. Perselisihan PHK antara lain
mengenai sah atau tidaknya alasan PHK, dan besaran kompensasi atas PHK.
3. Penyelesaian Perselisihan
PHK
Mekanisme perselisihan PHK beragam dan berjenjang.
1. Perundingan Bipartit
Perundingan Bipartit adalah forum perundingan dua kaki
antar pengusaha dan karyawan atau serikat pekerja. Kedua belah pihak diharapkan
dapat mencapai kesepakatan dalam penyelesaian masalah mereka, sebagai langkah
awal dalam penyelesaian perselisihan.
Dalam perundingan ini, harus dibuat risalah yang
ditandatangai para pihak. Isi risalah diatur dalam Pasal 6 Ayat 2 UU PPHI.
Apabila tercapai kesepakatan maka Para pihak membuat Perjanjian Bersama yang
mereka tandatangani. Kemudian Perjanjian Bersama ini didaftarkan pada PHI
wilayah oleh para pihak ditempat Perjanjian Bersama dilakukan. Perlkunya
menddaftarkan perjanjian bersama, ialah untuk menghindari kemungkinanslah satu
pihak ingkar.Bila hal ini terjadi, pihak yang dirugikan dapat mengajukan
permohonan eksekusi.
Apabila gagal dicapai kesepakatan, maka karyawan dan
pengusaha mungkin harus menghadapi prosedur penyelesaian yang panjang melalui
Perundingan Tripartit.
2. Perundingan Tripartit
Dalam pengaturan UUK, terdapat tiga forum penyelesaian
yang dapat dipilih oleh para pihak:
3. Mediasi
Forum Mediasi difasilitasi oleh institusi
ketenagakerjaan.Dinas tenagakerja kemudian menunjuk mediator. Mediator berusaha
mendamaikan para pihak, agar tercipta kesepakatan antar keduanya. Dalam hal
tercipta kesepakatan para pihak membuta perjanjian bersama dengan disaksikan
oleh mediator. Bila tidak dicapai kesepakatan, mediator akan mengeluarkan
anjuran.
4. Konsiliasi
Forum Konsiliasi dipimpin oleh konsiliator yang
ditunjuk oleh para pihak. Seperti mediator, Konsiliator berusaha mendamaikan
para pihak, agar tercipta kesepakatan antar keduanya.Bila tidak dicapai
kesepakatan, Konsiliator juga mengeluarkan produk berupa anjuran.
5. Arbitrase
Lain dengan produk Mediasi dan Konsiliasi yang berupa
anjuran dan tidak mengikat, putusan arbitrase mengikat para pihak. Satu-satunya
langkah bagi pihak yang menolak putusan tersebut ialah permohonan Pembatalan ke
Mahkamah Agung.Karena adanya kewajiban membayar arbiter, mekanisme arbitrase
kurang populer.
6. Pengadilan Hubungan Industrial
Pihak yang menolak anjuran mediator/konsiliator, dapat
mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Pengadilan ini
untuk pertamakalinya didirikan di tiap ibukota provinsi. Nantinya, PHI juga
akan didirikan di tiap kabupaten/ kota. Tugas pengadilan ini antara lain
mengadili perkara perselisihan hubungan industrial, termasuk perselisihan PHK,
serta menerima permohonan dan melakukan eksekusi terhadap Perjanjian Bersama
yang dilanggar.
Selain mengadili Perselisihan PHK, Pengadilan Hubungan
Industrial (PHI) mengadili jenis perselisihan lainnya: Perselisihan yang timbul
akibat adanya perselisihan hak, perselisihan kepentingan dan perselisihan antar
serikat karyawan.
7. Kasasi (Mahkamah Agung)
Pihak yang menolak Putusan PHI soal Perselisihan PHK
dapat langsung mengajukan kasasi (tidak melalui banding) atas perkara tersebut
ke Mahkamah Agung, untuk diputus.
2.6.
Proses Dan Prosedur PHK
Permberhentian Hubungan Kerja (PHK) oleh perusahaan
harus dilakukan dengan baik dan sesuai dengan regulasi pemerintah yang masih
diberlakukan. Namun karena terkadang pemberhentian terkadang terjadi akibat
konflik yang tak terselesaikan maka menurut Umar (2004) pemecatan secara
terpaksa harus sesuai dengan prosedur sebagai berikut:
- Musyawarah karyawan dengan pimpinan perusahaan.
- Musyawarah pimpinan serikat buruh dengan pimpinan perusahaan.
- Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan dan wakil dari P4D.
- Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan dan wakil dari P4P.
- Pemutusan hubungan berdasarkan Keputusan Pengadilan Negeri.
Kemudian menurut Mutiara S. Panggabean Proses
Pemberhentian hubungan kerja jika sudah tidak dapat dihindari maka cara yang
diatur telah diatur dalam Undang-undang No.12 tahun 1964. Perusahaan yang ingin
memutuskan hubungan kerja harus mendapatkan izin dari P4D (Panitia Penyelesaian
Perburuhan Daerah) dan jika ingin memutuskan hubungan kerja dengan lebih dari
sembilan karyawan maka harus dapat izin dari P4P (Panitia Penyelesaian
Perburuhan Pusat) selama izin belum didapatkan maka perusahaan tidak dapat
memutuskan hubungan kerja dengan karyawan dan harus menjalankan kewajibannya.
Namun sebelum pemberhentian hubungan kerja harus
berusaha untuk meningkatkan efisiensi dengan:
- Mengurangi shift kerja
- Menghapuskan kerja lembur
- Mengurangi jam kerja
- Mempercepat pension
- Meliburkan atau merumahkan karyawan secara bergilir untuk sementara
- Konsekwensi Pemutusan Hubungan Kerja
Konsekwensi dapat juga diartikan sebagai Kerugian,
maka menurut balkin, Mejia dan Cardy (1995:231) terdiri atas hal-hal berikut:
- Biaya recruitment, meliputi :
- Mengiklankan lowongan kerja
- Menggunakan karyawan recruitment yang professional sehingga banyak yang melamar untuk bekerja.
- Untuk mengisi jabatan eksekutif yang tinggi secara teknologi diperlukan perusahaan pencarai yang umumnya menggunakan 30% dari gaji tahunan karyawan.
- Biaya Seleksi, melliputi :
- Biaya interview dengan pelamar pekerjaan.
- Biaya testing/psikotes
- Biaya untuk memeriksa ulang referensi
- Biaya penempatan
- Biaya Pelatihan, meliputi :
- Orientasi terhadap nilai dan budaya perusahaan
- Biaya training secara langsung
- Waktu untuk memberikan training
- Kehilangan produktivitas pada saat training
- Biaya Pemutusan hubungan kerja, meliputi :
- Pesangon untuk karyawan yang diberhentikan sementara tanpa kesalahan
- Karyawan tetap mendapatkan tunjangan kesehatan sampai mendapatkan pekerjaan baru.
- Biaya asuransi bagi karyawan yang di PHK namun belum bekerja lagi.
- Wawancara pemberhentian dengan tujuan untuk mencari alasan mengapa tenaga kerja meninggalkan perusahaan.
- Bantuan penempatan merupakan program diamana perusahaan membantu karyawan mendapatkan pekerjaan baru lebih cepat dengan memberikan training pekerjaan
- Posisi yang kosong akan mengurangi keluaran atau kualitas jasa klien perusahaan atau pelanggan.
Pemerintah tidak mengharapkan perusahaan melakukan PHK
tercantun dalam Pasal 153 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Thaun 2003 tentang
ketenagakerjaan, yang menyatakan pengusaha dilarang melakukan PHK dengan alasan
:
- Pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus
- Pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya Karena memenuhi kewajiban terhadap Negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku
- Pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya
- Pekerja/buruh menikah
- Pekerja/burh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya.
- Pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkakwinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam 1 perusahaan, kecali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau PKB.
- Pekeerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh melakukan kegiatan serikat/pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau PKB.
- Pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan
- Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik atau status perkawinan.
- Pekerja. Buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibar kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penembuhannya belum dapat dipastikan .
2.7.
Kompensasi PHK
Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha
diwajibkan membayar uang pesangon (UP) dan atau uang penghargaan masa kerja
(UPMK) dan uang penggantian hak (UPH) yang seharusnya diterima.UP, UPMK, dan
UPH dihitung berdasarkan upah karyawan dan masa kerjanya.
1. Perhitungan Uang Pesangon (UP) paling
sedikit sebagai berikut :
Masa Kerja Uang Pesangon
- Masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 (satu) bulan upah.
- Masa kerja 1 – 2 tahun, 2 (dua) bulan upah.
- Masa kerja 2 – 3 tahun, 3 (tiga) bulan upah.
- Masa kerja 3 – 4 tahun 4 (empat) bulan upah.
- Masa kerja 4 – 5 tahun 5 (lima) bulan upah.
- Masa kerja 5 – 6 tahun 6 (enam) bulan upah.
- Masa kerja 6 – 7 tahun 7 (tujuh) bulan upah.
- Masa kerja 7 – 8 tahun 8 (delapan) bulan upah.
- Masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.
2. Perhitungan
uang penghargaan masa kerja (UPMK) ditetapkan sebagai berikut :
Masa Kerja UPMK
- Masa kerja 3 – 6 tahun 2 (dua) bulan upah.
- Masa kerja 6 – 9 tahun 3 (tiga) bulan upah.
- Masa kerja 9 – 12 tahun 4 (empat) bulan upah.
- Masa kerja 12 – 15 tahun 5 (lima) bulan upah.
- Masa kerja 15 – 18 tahun 6 (enam) bulan upah.
- Masa kerja 18 – 21 tahun 7 (tujuh) bulan upah.
- Masa kerja 21 – 24 tahun 8 (delapan) bulan upah.
- Masa kerja 24 tahun atau lebih 10 bulan upah.
3. Uang
penggantian hak yang
seharusnya diterima (UPH) meliputi :
- Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur.
- Biaya atau ongkos pulang untuk karyawan/buruh dan keluarganya ketempat dimana karyawan/buruh diterima bekerja.
- Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat.
- Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Maka dari pembahasan diatas kita dapat menyimpulkan
bahwa pemutusan hubungan kerja (PHK) merupakan dinamika dalam sebuah
organisasi perusahaan. Dan jika pandangan mengenai PHK itu negative maka itu
kurang tepat karna PHK merupakan proses yang akan dialami semua karyawan
misalnya dengan pensiun atau kematian. Maka dari itu pemutusan hubungan kerja
dibagi kedalam dua bagian yaitu :
- Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) Sementara.
PHK sementara dapat
disebabkan karena keinginan sendiri ataupun karena perusahaan dengan tujuan
yang jelas.
- Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) Permanen.
PHK permanen dapat disebabkan 4 hal, yaitu :
- Keinginan sendiri
- Kontrak yang Habis
- Pensiun
Kemudian perusahaan setelah
pemutusan hubungan kerja tidak langsung lepas tangan namun masih ada yang harus
di berikan perusahaan kepada karyawan yaitu berupa uang pesangon dan uang
penghargaan masa kerja. Diman pemberian uang pesangaon dan uang penghargaan
masa kerja disesuaikan dengan seberapa lama karyawan itu bekerja untuk
perusahaan..
3.2. Saran
Adapun saran yang dapat kami sampaikan dalam makalah
ini, hendaknya dalam pemutusan hubungan kerja harus sesuai dengan undang undang
yang berlaku agar tidak ada perselisihan dan tidak ada pihak yang merasa di
rugikan.
0 komentar:
Post a Comment