UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA
PENDIDIKAN
PANCASILA DI PERGURUAN TINGGI
(Pendekatan
Filosofis – Ideologis dan Konstitusional)
Pendidikan
Pancasila dalam NKRI, terutama meliputi PKn bagi pendidikan dasar dan menengah;
dan Pendidikan Pancasila bagi PT. Semuanya bertujuan membina kesadaran dan
kebanggaan nasional SDM warga negara, sebagai subyek penegak budaya dan moral
politik NKRI sekaligus sebagai bhayangkari integritas NKRI sebagai sistem
kenegaraan Pancasila.
Thema
ini diklarifikasi dalam pendekatan filosofis-ideologis dan
konstitusional, berdaasarkan asas imperatif. Artinya, setiap bangsa
dan negara secara niscaya (a priori) mutlak melaksanakan visi-misi nilai filsafat
negara (dasar negara, dan atau ideologi negara) sebagai fungsi
bangsa dan negaranya. Maknanya, demi integritas bangsa dan negaranya maka
mendidik kader bangsa ---semua warga negaranya--- untuk menegakkan sistem
nilai
kebangsaan dan kenegaraannya; seperti: sistem kapitalisme-liberalisme,
zionisme, marxisme-komunisme, theokratisme, sosialisme wajarlah (baca: niscaya,
kodrati) untuk membudayakannya! Tujuan ini hanya terwujud, berkat pendidikan
yang dimaksud!
Berdasarkan
asas normatif filosofis-ideologis dan konstitusional sebagai diamanatkan dalam UUD
Proklamasi seutuhnya, dan demi integritas wawasan nasional dan SDM
Indonesia yang adil dan beradab (bermartabat) maka ditetapkanlah program
Pendidikan Pancasila di perguruan tinggi.
I. INTEGRITAS NILAI
FILSAFAT DAN IDEOLOGI PANCASILA
Bangsa
Indonesia sepanjang sejarahnya dijiwai nilai-nilai budaya dan moral Pancasila
sebagai diakui dalam amanat Bung Karno dalam Pidato di PBB September 1960:
“.....berbicara tentang nilai dasar negara Pancasila, sesungguhnya kita
berbicara tentang nilai-nilai warisan budaya dan filsafat hidup bangsa Indonesia
sepanjang 2000 tahun berselang....”.
Berdasarkan
kepercayaan dan cita-cita bangsa Indonesia, maka diakui nilai filsafat
Pancasila mengandung multi - fungsi dalam kehidupan bangsa,
negara dan budaya Indonesia.
Kedudukan
dan fungsi nilai dasar Pancasila, dapat dilukiskan sebagai berikut:
|
||||
Sesungguhnya
nilai dasar filsafat Pancasila demikian, telah terjabar secara
filosofis-ideologis dan konstitusional di dalam UUD Proklamasi (pra-amandemen)
dan teruji dalam dinamika perjuangan bangsa dan sosial politik 1945 – 1998
(1945 – 1949; 1949 – 1950; 1950 – 1959 dan 1959 – 1998). Reformasi 1998 sampai
sekarang, mulai amandemen I – IV: 1999 – 2002 cukup mengandung distorsi dan
kontroversial secara fundamental (filosofis-ideologis dan
konstitusional) sehingga praktek kepemimpinan dan pengelolaan nasional cukup
memprihatinkan.
Berdasarkan
analisis normatif filosofis-ideologis dan konstitusional demikian, integritas
nasional dan NKRI juga akan memprihatinkan. Karena, berbagai jabaran
di dalam amandemen UUD 45 belum sesuai dengan amanat filosofis-ideologis
filsafat Pancasila secara intrinsik. Terbukti, berbagai penyimpangan dalam
tatanan dan praktek pengelolaan negara cukup memprihatinkan, terutama dalam
fenomena praktek: demokrasi liberal dan ekonomi liberal.
Demi cita-cita
nasional yang diamanatkan para pahlawan dan pejuang nasional, khususnya the
founding fathers dan PPKI maka semua komponen bangsa sekarang ---10 tahun
reformasi--- berkewajiban untuk merenung (refleksi) dan mawas
diri untuk melaksanakan evaluasi dan audit nasional
apakah kita sudah sungguh-sungguh menegakkan integritas NKRI berdasarkan
Pancasila – UUD 45 sebagai sistem kenegaraan Pancasila dan sistem
ideologi nasional.
Kita semua
bukan hanya melaksanakan visi-misi reformasi; melainkan secara moral nasional
kita juga berkewajiban menunaikan amanat dan visi-misi Proklamasi, sebagaimana
terkandung seutuhnya dalam UUD Proklamasi.
A. Integritas Sistem
Kenegaraan Pancasila – UUD Proklamasi
Dalam analisis kajian
normatif-filosofis-ideologis dan kritis atas UUD 45 (amandemen)
dan dampaknya dalam hukum ketatanegaraan RI, dapat diuraikan landasan pemikiran berikut:
1. Baik menurut teori umum hukum ketatanegaraan
dari Nawiasky, maupun Hans Kelsen dan Notonagoro diakui kedudukan dan fungsi kaidah
negara yang fundamental yang bersifat tetap; sekaligus
sebagai norma tertinggi, sumber dari segala sumber hukum dalam negara.
Karenanya, kaidah ini tidak dapat diubah, oleh siapapun dan
lembaga apapun, karena kaidah ini ditetapkan hanya sekali
oleh pendiri negara (Nawiasky1948: 31 – 52; Kelsen 1973: 127 –
135; 155 – 162; Notonagoro 1984: 57 – 70; 175 – 230; Soejadi 1999: 59 – 81).
Sebagai kaidah negara yang fundamental, sekaligus sebagai asas
kerokhanian negara dan jiwa konstitusi, nilai-nilai dumaksud bersifat imperatif
(mengikat, memaksa). Artinya, semua warga negara, organisasi infrastruktur dan
suprastruktur dalam negara imperatif untuk melaksanakan dan membudayakannya.
Sebaliknya, tiada seorangpun warga negara,
maupun organisasi di dalam negara yang dapat menyimpang dan atau melanggar asas
normatif ini; apalagi merubahnya.
2. Dengan mengakui kedudukan dan fungsi kaidah
negara yang fundamental, dan bagi negara Proklamasi 17 Agustus 1945
(baca: NKRI) ialah berwujud: Pembukaan UUD Proklamasi 1945.
Maknanya, PPKI sebagai pendiri negara mengakui dan mengamanatkan bahwa atas
nama bangsa Indonesia kita menegakkan sistem kenegaraan Pancasila – UUD 45.
Asas demikian terpancar dalam nilai-niai fundamental yang terkandung di dalam Pembukaan
UUD 45 sebagai kaidah filosofis-ideologis Pancasila seutuhnya.
Karenanya dengan jalan apapun, oleh lembaga apapun tidak dapat diubah. Karena Pembukaan
ditetapkan hanya 1 X oleh pendiri negara (the founding fathers,
PPKI) yang memiliki legalitas dan otoritas pertama dan tertinggi (sebagai
penyusun yang mengesahkan UUD negara dan lembaga-lembaga negara). Artinya,
mengubah Pembukaan dan atau dasar negara berarti mengubah negara; berarti pula
mengubah atau membubarkan negara Proklamasi (membentuk negara baru; mengkhianati negara Proklamasi 17 Agustus
1945). Siapapun dan organisasi apapun yang tidak mengamalkan
dasar negara Pancasila ---beserta jabarannya di dalam UUD
negara---; bermakna pula tidak loyal dan tidak membela dasar negara
Pancasila, maka sikap dan tindakan demikian dapat dianggap sebagai makar
(tidak menerima ideologi negara dan UUD negara). Jadi, mereka
dapat dianggap melakukan separatisme ideologi dan atau mengkhianati
negara.
3. Penghayatan kita diperjelas oleh amanat
pendiri negara di dalam Penjelasan UUD 45; terutama melalui
uraian: keempat pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 45 (sebagai asas kerokhanian
negara dan Weltanschauung bangsa)
terutama:
"4. Pokok pikiran yang keempat yang terkandung dalam
"pembukaan" ialah negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa
menurut dasar kemnusiaan yang adil dan beradab.
Oleh karena itu, Undang-Undang
Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain
penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan
memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
III. Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran yang
terkandung dalam pembukaan dalam pasal-pasalnya.
Pokok-pokok
pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita hukum (Rechtsidee) yang
menguasai hukum dasar negara, baik hukum yang tertulis (Undang-Undang Dasar)
maupun hukum yang tidak tertulis.
Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran ini
dalam pasal-pasalnya."
Jadi, kedudukan Pembukaan
UUD 45 berfungsi sebagai perwujudan dasar negara Pancasila;
karenanya memiliki legalitas supremasi dan integritas filosofis-ideologis
secara konstitusional (terjabar dalam Batang Tubuh dan Penjelasan UUD 45).
Sistem kenegaraan RI secara
formal adalah kelembagaan nasional yang bertujuan menegakkan asas
normatif filosofis-ideologis (in casu dasar negara Pancasila)
sebagai kaidah fundamental dan asas kerokhanian negara di dalam
kelembagaan negara bangsa (nation state) dengan membudayakannya.
B. Keunggulan
Indonesia
Kita
bangsa Indonesia wajib bersyukur dan bangga atas berkat rahmat Allah Yang Maha
Kuasa bahwa bangsa dan NKRI diberkati dengan berbagai keunggulan potensial,
terutama:
1.
Keunggulan
natural (alamiah): nusantara
Indonesia amat luas (15 juta km2, 3 juta km2 daratan + 12
juta km2 lautan, dalam gugusan 17.584 pulau); amat subur dan nyaman
iklimnya; amat kaya sumber daya alam (SDA); amat strategis posisi
geopolitiknya: sebagai negara bahari (maritim, kelautan) di silang
benua dan samudera sebagai transpolitik-ekonomi dan kultural postmodernisme dan
masa depan.
2.
Keunggulan
kuantitas-kualitas manusia (SDM)
sebagai rakyat dan bangsa; merupakan asset primer nasional: 235 juta
dengan karakteristika dan jatidiri yang diwarisinya sebagai bangsa pejuang (ksatria)……
---silahkan dievaluasi bagaimana identitas dan kondisi kita sekarang!--- dalam
era reformasi.
3.
Keunggulan
sosiokultural dengan puncak
nilai filsafat hidup bangsa (terkenal sebagai filsafat Pancasila) yang
merupakan jatidiri nasional, jiwa bangsa, asas kerokhanian negara
dan sumber
cita nasional sekaligus identitas dan integritas nasional.
4.
Keunggulan
historis; bahwa bangsa Indonesia
memiliki sejarah keemasan: kejayaan negara Sriwijaya (abad VII - XI); dan
kejayaan negara Majapahit (abad XIII - XVI) dengan wilayah kekuasaan kedaulatan
geopolitik melebihi NKRI sekarang (dari Taiwan sampai Madagaskar).
5.
Keunggulan
sistem kenegaraan Pancasila
sebagai negara Proklamasi 17 Agustus 1945; terjabar dalam asas konstitusional UUD 45:
a.
NKRI sebagai
negara berkedaulatan rakyat (demokrasi);
b. NKRI sebagai negara hukum (Rechtsstaat);
c.
NKRI sebagai
negara bangsa (nation state);
d. NKRI sebagai negara berasas kekeluargaan (paham
persatuan, wawasan nasional dan wawasan nusantara);
e.
NKRI menegakkan
sistem kenegaraan berdasarkan UUD Proklamasi yang memancarkan asas
konstitusionalisme melalui tatanan kelembagaan dan kepemimpinan nasional dengan
identitas Indonesia, dengan asas budaya dan asas moral filsafat
Pancasila yang memancarkan identitas martabatnya sebagai sistem
filsafat theisme-religious. Asas demikian memancarkan keunggulan sistem
filsafat Pancasila (sebagai bagian dari sistem filsafat Timur) dalam menghadapi
tantangan dan godaan masa depan: neo-liberalisme, neo-imperialisme dalam
pascamodernisme yang mengoda dan melanda bangsa-bangsa
modern abad XXI.
Keunggulan potensial demikian
sinergis dan berpuncak dalam kepribadian SDM Indonesia sebagai penegak
kemerdekaan dan kedaulatan NKRI yang memancarkan budaya dan moral
Pancasila dalam mewujudkan cita-cita nasional. Potensi nasional
dan keunggulan NKRI akan ditentukan oleh kuantitas-kualitas SDM yang memadai +
UUD Negara yang mantap terpercaya ---bukan kontroversial sebagaimana UUD 45 amandemen---.
Melalui pendidikan nasional kita membina SDM unggul-kompetitif-terpercaya sebagai
subyek penegak dan bhayangkari sistem kenegaraan Pancasila – UUD Proklamasi!
II. SISTEM
FILSAFAT DAN SISTEM KENEGARAAN
Setiap bangsa dan negara menegakkan
sistem kenegaraannya berdasarkan sistem filsafat dan atau ideologi
nasionalnya; nilai fundamental ini menjiwai, melandasi dan memandu
tatanan dan fungsi kebangsaan, kenegaraan dan kebudayaan, yang secara umum
diakui sebagai Weltanschauung!
Sistem filsafat terutama mengajarkan
bagaimana kedudukan, potensi dan martabat kepribadian manusia di dalam
alam; khususnya dalam masyarakat dan negara. Karenanya, ajaran ini melahirkan teori
hak asasi manusia (HAM) dan teori kekuasaan (kedulatan) dalam negara;
termasuk sistem ketatanegaraan dan sistem negara hukum.
Jadi, sistem kedaulatan maupun sistem
negara hukum adalah ajaran filsafat yang bertujuan menjamin HAM dalam
budaya dan peradaban, istimewa dalam sistem kenegaraan.
A. Ajaran Sistem Filsafat tentang Kedudukan dan Martabat Manusia
Sejarah HAM membuktikan bahwa sepanjang
peradaban senantiasa dalam tantangan: Mesir purbakala, Cina,
Yunani. . . sampai kolonialisme-imperialisme
di Asia dan Afrika baru runtuh pertengahan abad XX.
Nilai demokrasi sebagai suatu teori
kedaulatan, atau sistem politik (kenegaraan) diakui sebagai teori yang unggul,
karena mengakui kedudukan, hak asasi, peran (fungsi), bahkan juga martabat
(pribadi, individu) manusia di dalam masyarakat, negara dan hukum.
Secara universal diakui kedudukan dan
martabat manusia sebagai dinyatakan, antara lain: “. . . these values be
democratically shared in a world-wide order, resting on respect for human
dignity as a supervalue . . .” (Bodenheimer 1962: 143). Sebagaimana juga Kant
menyatakan: “. . .that humanity should always be respected as an end it self
(Mc Coubrey & White 1996: 84)
Pemikiran mendasar tentang jatidiri
bangsa, peranannya dalam memberikan identitas sistem kenegaraan dan sistem
hukum, dikemukakan juga oleh Carl von Savigny (1779 - 1861)
dengan teorinya yang amat terkenal sebagai Volkgeist ---yang dapat disamakan
sebagai jiwa bangsa dan atau jatidiri nasional---. Demikian pula di Perancis
dengan "teori 'raison d' etat' (reason of state) yang menentukan eksistensi
suatu bangsa dan negara (the rise of souvereign, independent, and nationa
state)". (Bodenheimer 1962: 71-72)
Demikianlah budaya dan peradaban modern
mengakui dan menjamin kedudukan manusia dalam konsepsi HAM sehingga ditegakkan
sebagai negara demokrasi, sebagaimana tersirat dalam pernyataan: “. . .
fundamental rights and freedom as highest value as legal.” (Bodenheimer 1962:
149) sebagaimana juga diakui oleh Murphy & Coleman: “. . . respect to
central human values . . .” (1996: 22; 37).
Berdasarkan berbagai pandangan filosofis
di atas, wajarlah kita bangga dengan filsafat Pancasila yang mengakui asas
keseimbangan HAM dan KAM, sekaligus mengakui kepribadian manusia
sebagai subyek budaya, subyek hukum dan subyek moral.
Secara normatif filosofis
ideologis, negara RI berdasarkan Pancasila – UUD 45 mengakui
kedudukan dan martabat manusia sebagai asas HAM berdasarkan Pancasila yang
menegakkan asas keseimbangan hak asasi manusia (HAM) dan kewajiban
asasi manusia (KAM) dalam integritas nasional dan universal.
Sebagai
integritas nasional bersumber dari sila III, ditegakkan dalam asas
Persatuan Indonesia (= wawasan nasional) dan dijabarkan secara konstitusional
sebagai negara kesatuan (NKRI dan wawasan nusantara). Bandingkan
dengan fundamental values dalam negara USA sebagai terumus dalam CCE
1994: 24-25; 53-55, terutama: "Declaration of independence, Human Rights,
E Pluribus Unum, the American political
system, market economy and federalism."
NKRI berdasarkan Pancasila - UUD 45 memiliki
integritas-kualitas keunggulan normatif filosofis-ideologis dan konstitusional:
asas theisme-religious dan UUD Proklamasi menjamin integritas budaya dan moral
politik yang bermartabat.
B. Ajaran Sistem Filsafat
Pancasila dan Sistem Kenegaraan RI
Filsafat
Pancasila cukup memberikan kedudukan yang tinggi dan mulia atas kedudukan dan
martabat manusia (sila I dan II); karenanya ajaran HAM berdasarkan Pancasila
mengutamakan asas normatif theisme-religious:
1. bahwa HAM adalah karunia dan
anugerah
Maha Pencipta (sila I dan II); sekaligus amanat untuk dinikmati dan disyukuri
oleh umat manusia.
2. bahwa menegakkan HAM
senantiasa berdasarkan asas keseimbangan dengan kewajiban
asasi manusia (KAM). Artinya, HAM akan tegak hanya berkat (umat)
manusia menunaikan KAM sebagai amanat Maha Pencipta.
3. kewajiban asasi manusia
(KAM) berdasarkan filsafat Pancasila, ialah:
a. manusia wajib mengakui sumber
(HAM: life, liberty, property) adalah Tuhan Maha Pencipta (sila I).
b. manusia wajib mengakui dan
menerima kedaulatan Maha Pencipta atas semesta, termasuk atas nasib dan
takdir manusia; dan
c. manusia wajib berterima
kasih dan berkhidmat kepada Maha Pencipta, atas anugerah dan amanat yang
dipercayakan kepada (kepribadian) manusia.
Tegaknya ajaran HAM ditentukan
oleh tegaknya asas keseimbangan HAM dan KAM; sekaligus sebagai derajat
(kualitas) moral dan martabat manusia.
Sebagai
manusia percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, kita juga bersyukur atas potensi
jasmani-rokhani, dan martabat unggul, agung dan mulia manusia berkat anugerah
kerokhaniannya ---sebagai terpancar dari akal-budinuraninya--- sebagai subyek
budaya (termasuk subyek hukum) dan subyek moral. (M. Noor Syam 2007:
147-160)
Berdasarkan
ajaran suatu sistem filsafat, maka wawasan manusia (termasuk wawasan
nasional) atas martabat manusia, menetapkan bagaimana sistem
kenegaraan ditegakkan; sebagaimana bangsa Indonesia menetapkan NKRI
sebagai negara berkedaulatan rakyat dan negara hukum. Kedua
asas fundamental ini memancarkan identitas dan keunggulan sistem kenegaraan RI
berdasarkan Pancasila – UUD 45.
Ajaran
luhur filsafat Pancasila memancarkan identitas theisme-religious
sebagai keunggulan sistem filsafat Pancasila dan filsafat
Timur umumnya --- karena sesuai dengan potensi martabat dan integritas
kepribadian manusia---.
(Cermati keunggulan dan
integritas NKRI sebagai diuraikan dalam I. B dan II. B).
III. SISTEM KENEGARAAN PANCASILA, AMANAT
KONSTITUSIONAL UUD 45 (UUD Proklamasi) DAN PEMBUDAYAANNYA
Sesungguhnya
secara filosofis-ideologis-konstitusional bangsa Indonesia menegakkan
kemerdekaan dan kedaulatan dalam tatanan negara Proklamasi, sebagai
NKRI berdasarkan Pancasila-UUD 45, dengan asas dan identitas fundamental,
adalah fungsional sebagai asas
kerokhanian-normatif-filosofis-ideologis dalam UUD 45. Artinya, dasar
negara Pancasila (filsafat Pancasila) ditegakkan dan dikembangkan sebagai
sistem ideologi negara (ideologi nasional). Secara kelembagaan
negara, ditegakkan sebagai sistem kenegaraan (in casu: sistem kenegaraan
Pancasila; analog dengan: sistem negara kapitalisme-liberalisme; dan
sosialisme, atau marxisme-komunisme).
Demi
integritas sistem kenegaraan Pancasila sebagai diamanatkan UUD Proklamasi 45,
maka secara imperatif (mutlak, mengikat dan memaksa) Pemerintah
bersama semua komponen bangsa berkewajiban untuk menegakkan dan
membudayakannya; dalam makna menegakkan: N-Sistem Nasional.
A. Filsafat
Pancasila Sebagai Sistem Ideologi Nasional
Bahwa sesungguhnya UUD
Negara adalah jabaran dari filsafat negara Pancasila
sebagai ideologi nasional (Weltanschauung); asas
kerokhanian negara dan jatidiri bangsa. Karenanya menjadi asas
normatif-filosofis-ideologis-konstitusional
bangsa; menjiwai dan melandasi cita budaya dan moral politik
nasional, terjabar secara konstitusional:
1. Negara berkedaulatan
rakyat (= negara demokrasi: sila IV).
2. Negara
kesatuan, negara bangsa (nation state, wawasan nasional dan wawasan
nusantara: sila III), ditegakkan sebagai NKRI.
3. Negara
berdasarkan
atas hukum (Rechtsstaat): asas supremasi hukum demi keadilan dan keadilan
sosial: oleh semua untuk semua (sila I-II-IV-V); sebagai negara hukum
Pancasila.
4. Negara
berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar Kemanusiaan yang adil dan beradab
(sila I-II) sebagai asas moral kebangsaan kenegaraan RI; ditegakkan sebagai budaya
dan moral manusia warga negara dan politik kenegaraan RI.
5. Negara berdasarkan asas kekeluargaan (paham
persatuan: negara melindungai seluruh tumpah darah Indonesia, dan seluruh
rakyat Indonesia. Negara mengatasi paham golongan dan paham perseorangan: sila
III-IV-V); ditegakkan dalam sistem ekonomi Pancasila (M Noor Syam,
2000: XV, 3).
Semua asas filosofis-ideologis
demikian terjabar dalam UUD Proklamasi; karenanya kewajiban semua lembaga
negara dan kepemimpinan nasional untuk melaksanakan amanat konstitusional
dimaksud; terutama NKRI dengan identitas sebagai negara demokratis dan negara
hukum menegakkan HAM dengan asas dan praktek budaya dan moral
politik yang dijiwai moral filsafat Pancasila
---yang beridentitas theisme-religious---. Amanat
konstitusional ini secara kenegaraan terutama menegakkan moral
Ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab; dalam NKRI sebagai negara
hukum (Rechtsstaat) demi supremasi hukum dan keadilan
serta keadilan sosial (oleh semua, untuk semua!).
Sistem
kenegaraan RI secara formal adalah kelembagaan nasional yang bertujuan
mewujudkan asas normatif filosofis-ideologis (in casu dasar negara Pancasila)
sebagai kaidah fundamental dan asas kerokhanian negara di dalam
kelembagaan negara bangsa (nation state).
Perwujudan Sistem NKRI Berdasarkan Pancasila - UUD 45
(MNS,
1985)
skema 1
Asas
normatif fundamental ini bersumber dari sistem filsafat Pancasila yang
memancarkan identitas martabatnya sebagai sistem filsafat theisme-religious.
(Bandingkan dengan berbagai sistem filsafat yang melandasi sistem kenegaraan
dari: negara komunisme, negara liberalisme-kapitalisme; negara sosialisme,
zionisme maupun fascisme). Jadi, bangsa dan NKRI secara normatif memiliki integritas
dan kualitas
keunggulan sistem kenegaraan; karenanya kita optimis dapat menjadi
bangsa dan negara jaya (MNS, 2000: 45)
B. Sistem
Kenegaraan Pancasila Tegak dalam N-Sistem Nasional
Menegakkan
filsafat Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional, secara
kebangsaan dan kenegaraan berwujud sistem
kenegaraan Pancasila. Sebab,
setiap sistem kenegaraan dilandasi sistem filsafat dan atau sistem ideologi.
Kesadaran
dan kebanggaan nasional suatu bangsa terpancar dalam asas kebangsaan (nasionalisme); sebagai wujud kesadaran jatidiri bangsa
(jatidiri nasional, identitas nasional) yang ditegakkan dalam semua bidang
kehidupan berbangsa dan bernegara. Sistem kenegaraan demikian berwujud
dikembangkannya dan ditegakkannya berbagai sistem nasional
sebagai pengamalan dan pembudayaan dasar negara dan ideologi negara.
Pengembangan
dan pembudayaan sistem nasional ini sebagai wujud kesadaran nasional dan
wawasan nasional; sekaligus sebagai fungsi dari asas imperatif konstitusional sistem ideologi nasional. Sebaliknya, tidak dikembangkan
dan dibudayakannya N-sistem
nasional adalah fenomena degradasi nasional yang bermuara: disintegrasi nasional;
dan keruntuhan sistem
kenegaraannya.
Secara
formal-struktural-kenegaraan asas normatif filosofis-ideologis Pancasila
dikembangkan (dijabarkan) dalam tatanan kenegaraan sebagai terlukis dalam skema
berikut.
*) = N = sejumlah sistem nasional, terutama:
1. Sistem filsafat Pancasila
2. Sistem ideologi Pancasila
3. Sistem Pendidikan Nasional (berdasarkan) Pancasila
4. Sistem hukum (berdasarkan) Pancasila
5. Sistem ekonomi Pancasila
6. Sistem politik Pancasila (= demokrasi Pancasila)
7. Sistem
budaya Pancasila
8. Sistem
Hankamnas, Hankamrata
(MNS, 1988)
skema
2
Secara
fundamental:
normatif-filosofis-ideologis dan konstitusional skema di atas
melukiskan asas normatif: praktek budaya dan moral politik bangsa negara
sebagaimana tersurat dan tersirat dalam UUD Proklamasi (UUD 45). Pengamalan amanat
dimaksud terjabar dalam UUD 45, dan dikembangkan di dalam Tap MPR No.
XVII/MPR/1998 serta dilengkapi dengan Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang
HAM.
IV. PROGRAM MENDASAR
PENDIDIKAN PANCASILA DI PT
Sebagai amanat
nilai dasar negara dan UUD negara, maka sistem pendidikan nasional berkewajiban
(imperatif) melaksanakan visi-misi pembudayaan nilai dasar negara Pancasila,
baik sebagai dasar negara maupun sebagai ideologi negara (ideologi
nasional). Visi-misi demikian tersurat dan tersirat dalam UUD Proklamasi seutuhnya.
Untuk
pelaksanaannya secara melembaga, sebagai kurikulum dasar (core
curriculum, kurikulum inti) semua jenjang dan jenis pendidikan melaksanakan
dengan berpedoman kepada ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Inilah
visi-misi Pendidikan Pancasila di perguruan tinggi khususnya, dan pendidikan
kewarganegaraan (PKn) untuk semua tingkat dan jenis pendidikan umumnya.
Memorandum
Dengan berpedoman kepada
pasal-pasal UUD Proklamasi ini, dapat dikembangkan tujuan, isi dan program
pembinaan SDM unggul-kompetitif-terpercaya sebagai subyek dalam NKRI. Mereka
wajib dikembangkan sesuai kaidah fundamental Pancasila dan UUD
Proklamasi; terutama
1. Pembudayaan
dasar negara Pancasila, khususnya sila I (Pasal 29) sebagai landasan moral
watak dan kepribadian SDM Indonesia;
2. Dalam
bidang HAM mulai nilai sila I – II – IV dan V, dan jabarannya dalam UUD (Pasal
28, 34) perlu pembudayaan dan pengamalan yang nyata.
3. Khusus
kondisi sosial ekonomi, karena cukup menyimpang dari nilai dasar Pancasila dan
UUD (terutama sila V dan Pasal 33, 34) maka realitas aktual berupa ekonomi
liberal dan penguasaan berbagai sumber daya alam yang vital dan potensial oleh
investor, maka pendidikan kita kepada generasi penerus menjadi sekedar
propaganda dan kebohongan publik (yang mungkin ditertawakan mereka).
Peraturan Perundangan yang
melandasi dan Kelembagaan pelaksana pendidikan nasional wajib dan
sungguh-sungguh dijiwai moral Pancasila, dilandasi dan dipandu UUD Proklamasi.
Karenanya, ketentuan-ketentuan di bawah ini mutlak (imperatif) untuk ditinjau
(direvisi, dicabut) demi kebenaran dan keadilan yang diamanatkan dasar negara
Pancasila dan UUD Proklamasi:
1.
Cermati dan hayati: RUU BHP sebagai peningkatan
dari PP No. 61 tahun 1999 tentang PTN sebagai BHMN (sungguh bertentangan dengan
Pasal 31 dan 33 UUD Proklamasi);
2.
Peraturan Presiden No. 76 dan 77 tahun 2007
tentang PMDN dan PMA yang Tertutup dan Terbuka (terutama: hayati items: 71 –
75) yang membahayakan jatidiri dan integritas kepribadian generasi muda bangsa!
3.
Senantiasa mewaspadai gerakan separatisme-ideologi,
kanan: (neoliberalisme, ekstrim kanan) dan ekstrim kiri (neo-PKI, KGB dan semua
komponennya).
A. Landasan Pelaksanaan
Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi
Meskipun UU
No. 20 tahun 2003 tidak mengandung kurikulum yang khusus adanya program
Pendidikan Pancasila, namun tetap diakui bahwa nilai Pancasila sebagai dasar
negara dan ideologi negara menjadi core curriculum (kurikulum
dasar, kurikulum inti), sebagai nilai dasar (nilai fundamental, core
values) Indonesia.
Program
pendidikan Pancasila di PT bahkan menjadi prioritas mendesak, supaya para kader
ilmuan, termasuk kader kepemimpinan dalam NKRI memiliki wawasan nasional yang
memadai demi tegaknya budaya dan moral politik nasional dari sistem kenegaraan
Pancasila.
Analisis: fenomena
era reformasi, hampir semua komponen bangsa terlanda praktek budaya dan moral
politik liberalisme dan neoliberalisme; bahkan juga hanya memuja kebebasan
(baca: liberalisme) atas nama: demokrasi dan HAM. Akibatnya, kondisi nasional
makin mengalami konflik horisontal dan degradasi nasional; bahkan juga
bangkitnya neo-PKI (komunis gaya baru/KGB) dengan berbagai ormas mereka (PRD,
Papernas, dan sebagainya).
1. Program
perkuliahan berpedoman kepada GBPP Pendidikan Pancasila yang ditetapkan
SK Dirjen Dikti No. 43/Dikti/Kep/2006, 2 Juni 2006 tentang Rambu-rambu Kelompok
MKPK (Mata Kuliah Pembinaan Kepribadian) di PT.
2. Pengembangan
SAP yang ada dapat disesuaikan dengan kondisi bangsa negara RI sebagai
kelanjutan reformasi dan tantangan globalisasi-liberalisasi-postmodernisme
dan kebangkitan neo-PKI (KGB).
3. Supaya
para dosen mewajibkan mahasiswa untuk menulis:
a.
Makalah (dengan alternatif topik:
berbagai bidang sosial politik, ekonomi, hukum, HAM maupun demokrasi; seperti:
ekonomi Pancasila, ekonomi kerakyatan, demokrasi Pancasila; dan sebagainya
antara 2-3 halaman diketik kwarto).
b.
Ringkasan dari kepustakaan wajib
dalam 3 – 4 halaman kwarto (print out).
c.
Khusus bidang hukum, topik makalah, misal: NKRI
Negara Hukum; Menegakkan Supremasi Hukum berdasarkan Pancasila – UUD 45;
Menegakkan dan Menjamin HAM dalam Negara Hukum RI; Piagam PBB tentang HAM
Universal dalam Tantangan Dunia Modern; Multi Partai dan Kebebasan (Demokrasi)
Pancasila.
d.
Pembudayaan dan Pelestarian Ideologi Pancasila
dalam Era Liberalisasi; Globalisasi dan Pascamodernisme Menggoda dan Melanda
Negara Bangsa (Nation State) dalam Fenomena abad XXI sebagai dimaksud ad. 2. di
atas.
B. Program dan GBPP
Pendidikan Pancasila di PTN-PTS
Program
dimaksud secara mendasar dan komprehensif dapat dibahas melalui thema dan
sub-thema dalam GBPP yang dikembangkan dosen dan team dosen, terutama
meliputi:
1. Nusantara, sosio budaya dan sejarah nasional
sebagai geopolitik dan geostrategis.
2. Filsafat hidup dan filsafat negara Pancasila
(pokok-pokok ajarannya)
3. Kedudukan dan fungsi Pembukaan UUD 45 dan
hubungannya dengan Batang Tubuh dan Penjelasan.
4. Negara RI sebagai negara berkedaulatan rakyat
(demokrasi, yakni demokrasi Pancasila; asas dan tata kerja kelembagaannya).
5. Kedudukan dan fungsi kelembagaan berdasarkan
UUD 45 (pra dan pasca amandemen).
6. Sistem NKRI sebagai nation state: wawasan nasional dan wawasan nusantara.
Waspada terhadap berbagai kelompok ekstrim (kiri dan kanan) yang mengancam
integritas nasional.
7. Negara RI sebagai negara hukum: asas-asas dan
sifat negara hukum.
8. Teori-teori HAM; dan ajaran HAM berdasarkan
filsafat Pancasila.
9. Ekonomi kerakyatan sebagai demokrasi ekonomi:
pemberdayaan rakyat sebagai subyek ekonomi (teori dan praktek ekonomi
Pancasila).
10. Pembinaan dan pengembangan SDM berkualitas
sebagai manusia Indonesia baru memasuki abad XXI sebagai tantangan
globalisasi-liberalisasi dan pascamodernisme: neoliberalisme-neoimperialisme.
11. Tantangan kebangkitan ideologi
marxisme-komunisme-atheisme
12. Asas Ketahanan Nasional (trigatra +
pascagatra = astagatra); sebagai bagian dari geostrategi politik NKRI.
13. Asas-asas Wawasan Nusantara; nation state, jiwa kekeluargaan dan kesadaran nasional
(nasionalisme Indonesia: sila III Pancasila).
14. SDM Pancasilais sebagai subyek penegak sistem
kenegaraan Pancasila (unggul-kompetitif-terpercaya), dan wujud Ketahanan Nasional yang aktual!
15. Kesadaran tanggungjawab bina alam lingkungan
hidup dan sumber daya alam (ALH + SDA) lokal, nasional dan global.
Kami harapkan GBPP yang ada dilengkapi pula dengan pokok-pokok sbb:
Materi pokok program Pendidikan
Pancasila di Perguruan Tinggi, terutama meliputi:
1.
Mantapnya rumusan tujuan pendidikan; secara
mendasar dan komprehensif, dan dijabarkan dalam komponen-komponen kepribadian
SDM sebagai penegak dan bhayangkari sistem kenegaraan Pancasila.
2.
Mantapnya thema dan sub-thema pembahasan
(sebagai diusulkan berikut), sesuai dengan scope kebangsaan dan kenegaraan
dalam sistem kenegaraan Pancasila sebagai bangsa negara modern, berbudaya dan
beradab; dan
3.
Mantapnya thema dan sub-thema pembahasan tentang
kehidupan nasional dalam antar hubungan internasional (global): mulai politik
bebas aktif; organisasi internasional: PBB dan semua komponennya: IMF, World
Bank; termasuk GNB dan APEC; serta organisasi regional (ASEAN, SEAMEO).
Demi ketahanan
nasional mendesak dilaksanakannya pembudayaan dasar negara Pancasila,
yang dipercayakan kepada lintas kelembagaan negara (Mendiknas; Mendagri; Menag; LIPI; Lemhannas;
Wantannas; Meneg Pemuda dan Olah Raga (Menpora); dan Meneg Komunikasi dan
Informasi (yang melaksanakan sosialisasi, pembudayaan) secara nasional; serta
berbagai potensi dalam komponen-komponen kelembagaan keagamaan: seperti
tokoh-tokoh MUI, para ulama dan pemuka agama dari berbagai agama)
Dalam
kehidupan dunia modern yang makin dinamis, terutama adanya globalisasi-liberalisasi
dan postmodernisme, bangsa Indonesia senantiasa mampu tegak dalam pergaulan
internasional berdasarkan kemerdekaan, keadilan dan perdamaian dunia demi
kesejahteraan umat manusia.
Semoga bermanfaat.
B A C A A N
Ary Ginanjar
Agustian, 2003: Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ,
Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, (edisi XIII), Jakarta, Penerbit
Arga Wijaya Persada.
_________________
2003: ESQ Power Sebuah Inner Journey Melalui Al Ihsan, (Jilid II),
Jakarta, Penerbit ArgaWijaya Persada.
Avey, Albert E. 1961: Handbook
in the History of Philosophy, New York, Barnas & Noble, Inc.
Center for Civic Education (CCE)
1994: Civitas National Standards For Civics and Government,
Calabasas, California, U.S Departement of Education.
Kartohadiprodjo,
Soediman, 1983: Beberapa Pikiran Sekitar Pancasila, cetakan ke-4,
Bandung, Penerbit Alumni.
Kelsen, Hans 1973: General
Theory of Law and State, New York, Russell & Russell
McCoubrey
& Nigel D White 1996: Textbook on Jurisprudence (second
edition), Glasgow, Bell & Bain Ltd.
Mohammad
Noor Syam 2007: Penjabaran Fislafat Pancasila dalam Filsafat Hukum (sebagai
Landasan Pembinaan Sistem Hukum Nasional), disertasi edisi III,
Malang, Laboratorium Pancasila.
------------------
2000: Pancasila Dasar Negara Republik Indonesia (Wawasan Sosio-Kultural,
Filosofis dan Konstitusional), edisi II, Malang Laboratorium Pancasila.
Murphy,
Jeffrie G & Jules L. Coleman 1990: Philosophy of Law An Introduction to
Jurisprudence, San Francisco, Westview Press.
Nawiasky, Hans 1948: Allgemeine
Rechtslehre als System der rechtlichen Grundbegriffe, Zurich/Koln
Verlagsanstalt Benziger & Co. AC.
Notonagoro,
1984: Pancasila Dasar Filsafat Negara, Jakarta, PT Bina Aksara,
cetakan ke-6.
UNO
1988: HUMAN RIGHTS, Universal Declaration of Human Rights,
New York, UNO
CATATAN
CATATAN
Untuk Dewan Redaksi kami
serahkan naskah dengan judul tersebut, sebagai pemikiran mendasar dan mendesak
dalam era reformasi. Semoga dapat dimuat (bila mungkin utuh; atau dijadikan
bersambung: 1 – 2 penerbitan). Terima kasih.
Pola penulisan dalam Jurnal:
dimulai Abstrak, dilengkapi kata kunci, bila diperlukan:
Abstrak
Pancasila dasar negara RI,
adalah ideologi nasional, terjabar dalam UUD Proklamasi. Kelembagaan dan
kepemimpinan negara wajib menegakkan dan membudayakannya; demikian pula bagi
generasi penerus. Karenanya, negara (i.c. Pemerintah) wajib mendidikkannya bagi
generasi penerus. Hanya dengan demikian visi-misi nasional akan terlaksana, dan
integritas bangsa dalam NKRI berdasarkan Pancasila – UUD Proklamasi tegak
lestari.
Kata kunci
Dasar negara Pancasila, ideologi
negara, UUD Proklamasi; SDM warga
negara; budaya dan moral politik; moral SDM Indonesia.
0 komentar:
Post a Comment